
Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :
- APBN : Menkeu Laporkan APBN 2025 Diproyeksi Defisit 2,78% PDB
- Pajak Kripto : Pajak Kripto Akan Berubah, DJP Siapkan Regulasi Baru
- Piagam Wajib Pajak : DJP Luncurkan Piagam Wajib Pajak Dengan 8 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
- Perdagangan Internasional : Perjanjian Data RI Ke AS, Risiko Ancamanan Keamanan Siber Nasional
- Pajak Daerah PBJT dan PBBKB : Bapenda DKI Jakarta Hadirkan Otomatisasi Verifikasi SPTPD Pada PBJT dan PBBKB
- Peraturan Baru :
- PER DJP Nomor PER-13/PJ/2025 Tentang Piagam Wajib Pajak (Taxpayers Charter)
- Perpres Nomor 68 Tahun 2025 Tentang Sistem Pemungutan Pajak Atas Transaksi Digital Luar Negeri
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan kepada Presiden Prabowo bahwa defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diperkirakan mencapai 2,78% dari PDB. Fokus pembahasan saat ini adalah RUU Pelaporan dan Pelaksanaan APBN 2024 serta evaluasi APBN 2025 bersama DPR. Meski ada tekanan fiskal, pemerintah berkomitmen menjaga integritas keuangan dan menindaklanjuti rekomendasi audit untuk memastikan fiskal tetap sehat. Pemerintah juga menargetkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Pelaksanaan APBN 2024 menunjukkan kinerja solid dengan defisit 2,30% dari PDB dan penerimaan negara yang melebihi target, mencerminkan kebijakan fiskal yang efektif.
Pajak Kripto
DJP Kemenkeu tengah memfinalisasi peraturan baru terkait pemungutan pajak atas transaksi aset kripto, yang berubah status dari komoditas menjadi instrumen keuangan digital. Penyesuaian ini mengikuti pengalihan pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mempengaruhi struktur perpajakan yang sebelumnya diatur oleh PMK Nomor 68 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Dalam aturan lama, Tarif pajak untuk transaksi kripto dari penjual ke konsumen adalah 1% dari tarif PPN dikalikan nilai transaksi jika Penyelenggara PMSE adalah pedagang fisik aset kripto, dan 2% dari tarif PPN jika bukan pedagang fisik. Setelah memungut PPN dari pembeli, penyelenggara PMSE melaporkan pajak tersebut melalui SPT Masa PPN 1107 PUT. Selain itu, juga dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0,1% dari nilai transaksi aset kripto jika Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sudah mendapat persetujuan pemerintah sebagai pedagang fisik aset kripto, dan 0,2% jika PMSE tidak memperoleh persetujuan tersebut, tarif ini tidak termasuk PPN dan PPnBM. Dengan perubahan status tersebut, aturan pajak akan disesuaikan agar relevan dengan karakteristik kripto sebagai bagian sistem keuangan, namun detail ketentuan baru belum dipublikasikan sepenuhnya.
Piagam Wajib Pajak
DJP resmi meluncurkan Piagam Wajib Pajak (Taxpayers Charter) sebagai tonggak penting dalam memperkuat hubungan antara negara dan wajib pajak. Piagam Wajib Pajak yang tertuang dalam PER DJP Nomor PER-13/PJ/2025 merupakan dokumen resmi yang memuat secara eksplisit hak dan kewajiban wajib pajak sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan. Berikut ini ada 8 hak wajib pajak dalam Piagam Wajib Pajak :
- Hak mendapatkan informasi dan edukasi perpajakan.
- Hak mendapatkan pelayanan perpajakan tanpa biaya sesuai aturan.
- Hak mendapat perlakuan adil, setara, dihormati, dan dihormati dalam memenuhi kewajiban.
- Hak membayar pajak sesuai jumlah yang terutang, tidak lebih.
- Hak memiliki hak mengajukan upaya hukum atau penyelesaian sengketa administratif.
- Hak menjamin kerahasiaan dan keamanan data pribadi wajib pajak.
- Berhak diwakili kuasa sesuai ketentuan perpajakan.
- Memiliki hak menyampaikan pengaduan dan melaporkan pelanggaran pajak.
Adapun terdapat 8 kewajiban wajib pajak dalam Piagam Wajib Pajak:
- Kewajiban menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, dan tepat waktu.
- Kewajiban bersikap jujur, transparan, dan kooperatif dalam pemenuhan kewajiban.
- Kewajiban untuk menjaga etika, sopan santun, dan menghormati petugas pajak.
- Kewajiban memberikan data dan informasi yang akurat untuk pelayanan dan pengawasan.
- Kewajiban untuk menggunakan fasilitas perpajakan secara jujur dan sesuai aturan.
- Kewajiban melakukan dan menyimpan pembukuan sesuai ketentuan perpajakan.
- Kewajiban untuk menunjuk kuasa sesuai peraturan jika diwakilkan.
- Melarang memberikan gratifikasi atau imbalan kepada pegawai DJP.
DJP juga telah memberikan siaran pers yang menjelaskan pandangan DJP atas kriteria tersebut.
Perdagangan Internasional
Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) memperingatkan bahwa perjanjian perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat yang mengatur Cross Border Data Transfer (CBDT) atau aliran data lintas batas berpotensi mengancam kedaulatan digital Indonesia, mulai dari keamanan data, ketahanan siber, hingga stabilitas politik dan ekonomi Indonesia. ICSF mengidentifikasi beberapa bahaya utama, yaitu :
-
- Risiko keamanan dan dominasi asing akibat transfer data ke luar negeri yang bisa disalah gunakan untuk kepentingan ekonomi dan geopolitik,
- Potensi kolonialisasi digital, dimana data Indonesia hanya menjadi bahan mentah tanpa nilai tambah, serta
- Dampak sosial dan budaya seperti hilangnya privasi dan pengaruh budaya asing yang dapat menggerus nilai lokal, termasuk risiko intervensi politik melalui penguasaan data oleh pihak asing.
Indonesia telah memiliki UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang ketat mengatur transfer data lintas negara, namun perjanjian dagang dengan AS berisiko mengurangi kebijakan domestik tersebut. ICSF menegaskan bahwa transfer data hanya boleh dilakukan jika negara tujuan memiliki perlindungan setara, ada perjanjian internasional yang mengikat, atau persetujuan pemilik data, serta mendesak pemerintah menjaga kedaulatan digital dengan memastikan perjanjian internasional tetap tunduk pada hukum nasional.
Pajak Daerah – PBJT dan PBBKB
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta telah menerapkan sistem otomatisasi penelitian atau verifikasi elektronik atas pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) khusus untuk Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) serta Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Kebijakan ini bertujuan mempercepat proses layanan perpajakan sekaligus meningkatkan akurasi dan transparansi data yang disampaikan wajib pajak. Berikut ini tahapan pelaporan SPTPD secara elektronik melalui sistem aplikasi, yaitu:
- Wajib Pajak input data pembayaran dan buat kode bayar lewat Portal Pajak Online atau aplikasi resmi yang telah ditetapkan Bapenda.
- Wajib Pajak mengisi dan melaporkan formulir SPTPD secara elektronik melalui portal/aplikasi resmi.
- Unggah rincian transaksi sebagai lampiran dokumen pelaporan SPTPD.
- Pembuatan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) melalui sistem Coretax atau aplikasi lainnya secara otomatis.
- Sistem akan memverifikasi data secara otomatis, mencakup:
- Kesesuaian nilai pembayaran dan data pada SSPD
- Kesesuaian antara rincian transaksi dan nilai dasar pengenaan pajak
- Validasi perhitungan tarif pajak dan sanksi administratif (jika ada)
- Wajib Pajak memberikan persetujuan atas hasil verifikasi dengan menyetujui klausul konfirmasi di dalam aplikasi.
- Jika seluruh data sesuai, pelaporan SPTPD akan secara otomatis masuk ke sistem Coretax dan tercatat sebagai laporan sah.
- Jika data tidak lengkap dalam hal Wajib Pajak tidak mengunggah dokumen transaksi, verifikasi akan dilakukan secara manual oleh petugas Bapenda melalui sistem.
Ini bagian dari transformasi digital Pemprov DKI Jakarta dalam meningkatkan kualitas pengelolaan pendapatan daerah serta mendukung kepatuhan pajak yang lebih baik.
Peraturan Baru mengenai Piagam Wajib Pajak dan Pajak Transaksi Digital Luar Negeri :
A.Peraturan Baru mengenai Piagam Wajib Pajak :
Telah terbit peraturan baru mengenai Piagam Wajib Pajak, berdasarkan PER DJP Nomor PER-13/PJ/2025 (PER-13/PJ/2025) Tentang Piagam Wajib Pajak (Taxpayers Charter), yang ditetapkan dan berlaku pada tanggal 14 Juli 2025. Berdasarkan PER-13/PJ/2025 dijelaskan bahwa:
- Direktur Jenderal Pajak membentuk Piagam Wajib Pajak (Taxpayers Charter) berupa dokumen yang memuat hak dan kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Piagam Wajib Pajak (Taxpayers Charter) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
B.Peraturan Baru mengenai Pajak Transaksi Digital Luar Negeri :
Telah terbit peraturan baru mengenai Pajak Transaksi Digital Luar Negeri, berdasarkan Perpres Nomor 68 Tahun 2025 (Perpres 68/2025) Tentang Sistem Pemungutan Pajak Atas Transaksi Digital Luar Negeri, yang ditetapkan dan berlaku pada tanggal 05 Juni 2025. Berdasarkan Perpres 68/2025 dijelaskan bahwa:
- Transaksi Digital Luar Negeri adalah pemanfaatan atau pertukaran jasa, dan/atau informasi yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
- Sistem Pemungutan Pajak atas Transaksi Digital Luar Negeri yang seianjutnya disingkat SPP-TDLN adalah sistem yang menggunakan teknologi untuk melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai terhadap Transaksi Digital Luar Negeri.
- SPP-TDLN adalah sistem nasional untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pemungutan pajak atas Transaksi Digital Luar Negeri yang kompleks dan memerlukan mekanisme khusus.
- Penyelenggaraan SPP-TDLN dilaksanakan oleh anak usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang teknologi layanan keuangan dan sistem pembayaran, anak usaha BUMN tersebut yaitu PT Jalin Pembayaran Nusantara.
- kewenangan penyelenggaraan SPP-TDLN. Dengan berkewajiban melaksanakan hal-hal berikut:
- Melakukan uji coba (sandboxing) yang meliputi penelitian administrasi dan uji teknis.
- Memastikan keandalan dan keberlangsungan sistem dan teknologi berdasarkan hasil uji coba.
- Menyelenggarakan pemungutan pajak atas transaksi digital luar negeri.
- Menjaga keamanan sistem, termasuk kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data dan informasi terkait.
- Menyediakan dukungan, pemeliharaan, dan dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan SPP-TDLN.
- Melakukan koordinasi dengan tim koordinasi dalam pelaksanaan SPP-TDLN.
- Menaati dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pedoman tata kerja.
- Calon mitra yang ditunjuk oleh PT Jalin Pembayaran Nusantara merupakan badan hukum Indonesia dan/atau asing yang memiliki kapasitas infrastruktur dan sistem pendukung yang mampu memenuhi kebutuhan data, informasi, dan penerapan teknologi yang spesifik dengan jangkauan hingga ke luar negeri.
- PT Jalin Pembayaran Nusantara bertanggung jawab melakukan pengujian terhadap pemenuhan persyaratan calon mitra sebagaimana tersebut di atas. Hasil pengujian calon mitra disampaikan oleh PT Jalin Pembayaran Nusantara kepada tim koordinasi sebagai bagian dari proses validasi.
- Calon mitra wajib mengikuti proses sandboxing yaitu uji coba administrasi & teknis.
- Hasil uji coba dilaporkan PT Jalin Pembayaran Nusantara ke Tim Koordinasi, yang tugas dan keanggotaannya diatur melalui Keputusan Presiden. Validasi oleh Tim Koordinasi menjadi dasar rekomendasi penetapan calon mitra resmi.
- Penerimaan pajak harus disetor ke rekening kas negara sesuai peraturan perundang-undangan
- Tim Koordinasi bertanggung jawab melakukan reviu dan evaluasi berkala atas penyelenggaraan SPP-TDLN dengan tata cara pelaporan penarikan pajak dan pembayaran imbal jasa akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri terkait.
- Implementasi sistem dan proses pelaporan dimulai setelah PT Jalin Pembayaran Nusantara menetapkan mitra dan menyelesaikan seluruh proses sandboxing dan validasi.