Bebas Akses
Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :
Penerimaan Pajak
DJP Kemenkeu mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital pada 2024 telah mencapai Rp.11,87 triliun atau tumbuh 29% dibandingkan tahun sebelumnya yang realisasinya sebesar Rp.9,21 triliun. Penerimaan tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp.8,44 triliun, pajak kripto sebesar Rp.620,4 milyar, pajak fintech (P2P lending) Rp.1,48 triliun, dan pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp.1,33 triliun. Hingga Desember 2024 pemerintah telah menunjuk 211 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN.
DJP Kemenkeu telah mencatat penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital sejak 2020 hingga 2024 mencapai Rp.32,32 triliun. Penerimaan pajak tersebut berasal dari pemungutan PPN PMSE sebesar Rp.25,35 triliun, pajak kripto sebesar Rp.1,09 triliun, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp.3,03 triliun. Serta pajak atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (Pajak SIPP) sebesar Rp.2,85 triliun. Dari 211 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN. Jumlah tersebut termasuk 13 penunjukan pemungut PPN PMSE, 3 pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE, dan 1 pencabutan pemungut PPN PMSE pada bulan Desember 2024. Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 174 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp 25,35 triliun. DJP juga telah memberikan siaran pers yang menjelaskan pandangan DJP atas kriteria tersebut.
Lembaga Kementerian
Kemenkeu saat ini memiliki 2 direktorat jenderal (Ditjen) dan 1 badan tambahan. Hal ini fungsinya sebagai lembaga strategis yang langsung di bawah Presiden Prabowo Subianto. Struktur organisasi baru yang setingkat eselon 1 tersebut yaitu :
Kemenkeu saat ini menjadi satu dari empat dalam strategic diamond bersama dengan Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PAN-RB, serta Kementerian Sekretariat Negara yang bertanggungjawab dan melapor langsung ke Presiden. Selain penguatan kelembagaan, yang perlu dilakukan Kemenkeu adalah perubahan peta proses bisnis dari semula berfokus pada process-based, menjadi outcome-based. Tambahan struktur organisasi baru ini sesuai Perpres 158/2024 tentang Kementerian Keuangan yang berlaku sejak diundangkan 5 November 2024 yang sebelumnya berada dalam Perpres 57/2020.
Devisa Hasil Ekspor (DHE)
Menko Bidang Perekonomian akan merevisi PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam (SDA), yang rencananya diberlakukan pada 1 Maret 2025. Peraturan baru tersebut akan memperpanjang masa penempatan DHE SDA sebesar 100% di perbankan dalam negeri menjadi 1 (satu) tahun. Dalam aturan yang berlaku saat ini, eksportir hanya wajib menyimpan 30% DHE selama 3 (tiga) bulan di bank-bank yang ada di Indonesia. Saat ini Pemerintah bersama Bank Indonesia akan mempersiapkan sejumlah insentif dalam penerapan Peraturan baru ini.
Core Tax Administration System
DJP Kemenkeu akan terus melakukan perbaikan terhadap sistem inti perpajakan atau coretax yang telah diluncurkan sejak 1 Januari 2025. Salah satunya bermasalah dengan faktur pajak. Adapun perbaikan yang dilakukan sebagai berikut :
Hasil yang dapat diterima oleh wajib pajak adalah :
Hingga 21 Januari 2025, wajib pajak yang telah berhasil mendapatkan sertifikat digital atau sertifikat elektronik untuk menandatangani faktur pajak berjumlah 336.528. Wajib pajak yang sudah berhasil membuat faktur pajak yaitu sebanyak 118.749 dengan jumlah faktur pajak yang telah dibuat sebanyak 8.419.899 terdiri dari 6.802.519 faktur melalui Coretax DJP dan 1.617.380 faktur melalui e-Faktur desktop, serta total faktur pajak yang telah divalidasi atau disetujui sebesar 5.630.494. DJP juga telah memberikan siaran pers yang menjelaskan pandangan DJP atas kriteria tersebut.
Disisi lain, Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) melaporkan adanya dugaan korupsi mega proyek aplikasi sistem administrasi pajak Coretax yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp.1,3 triliun. Adanya sejumlah bukti dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax pada DJP tahun anggaran 2020 – 2024. Adapun buktinya yaitu dokumen di antaranya surat, pengumuman tender, dan Keputusan Dirjen Pajak, bukti petunjuk yang merupakan bukti-bukti pemberitaan berbagai media massa, termasuk daring terkait berbagai permalahan aplikasi Coretax, dan adanya saksi serta ahli KPK. Indikasi awal diduga terjadinya korupsi dalam proyek Coretax ini karena tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi yang senilai lebih Rp.1,3 triliun yang diluncurkan pada 1 Januari 2025 tersebut dan DJP pun menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025 bahwa aplikasi Coretax ini bermasalah. ini sangat janggal karena katanya Coretax. Hal ini sangat janggal karena Coretax ini dianggap sistem canggih dan biayanya sangat mahal. Namun, wajib pajak besar malah diperbolehkan ke sistem pajak lama.
Pengumuman DJP atas Pelaporan SPT Tahunan PPh dan Ralat Pengumuman DJP Tentang Pelaporan SPT Tahunan PPh :
Telah diterbitkan Pengumuman Nomor PENG-9/PJ.09/2025 Tentang Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sehubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan berupa pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), disampaikan bahwa :
1.Pelaporan SPT Tahunan PPh 2024 dan sebelumnya, termasuk pembetulannya, baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan, dilakukan melalui :
a. Aplikasi DJP Online (https://djponline.pajak.go.id), atau
b. Aplikasi pelaporan SPT Tahunan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang dapat diakses melalui tautan yang disediakan oleh PJAP masing-masing. Daftar PJAP yang telah ditunjuk oleh DJP dapat dilihat pada https://pajak.go.id/index-pjap.
2. Pelaporan SPT Tahunan PPh mulai Tahun Pajak 2025 dilakukan melalui aplikasi Coretax DJP (https://coretax.pajak.go.id).
3. Wajib pajak diharapkan dapat melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh sesuai dengan batas waktu yang berlaku yaitu :
a. Wajib Pajak Orang Pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak; dan
b. Wajib Pajak Badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
4. Dalam hal wajib pajak memerlukan informasi terkait pelaporan SPT Tahunan PPh, dapat menghubungi:
a. kantor pajak terdekat;
b. Kring Pajak 1500200;
c. akun X @kring_pajak;
d. live chat pada https://pajak.go.id; atau
e. Relawan Pajak.
Kemudian, Pengumuman DJP tersebut diralat dan diterbitkan Pengumuman Nomor PENG-10/PJ.09/2025 Tentang Ralat Atas Pengumuman Nomor PENG-9/PJ.09/2025 Tentang Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, sehubungan dengan Pengumuman Nomor PENG-9/PJ.09/2025 tentang Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, disampaikan ralat bahwa :
Bagian | Semula | Menjadi |
Poin Nomor 2 : Pelaporan SPT Tahunan PPh mulai Tahun Pajak 2025 dilakukan melalui aplikasi Coretax DJP (https://coretax.pajak.go.id). |
https://coretax.pajak.go.id | https://coretaxdjp.pajak.go.id |