Bebas Akses
Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :
Penerimaan Pajak
Wakil Menteri Keuangan menyatakan bahwa optimalisasi penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi fokus utama RAPBN 2026, dengan target setoran pajak sebesar Rp.2.692 triliun atau naik 12,8% dari 2025. Pertumbuhan ekonomi 2026 dirancang sebesar 5,4% dan perbaikan administrasi perpajakan melalui Coretax serta pengawasan berbasis big data diharapkan dapat mendorong kepatuhan wajib pajak. Di sisi PNBP, peningkatan akan didukung lewat penegakan hukum dan pemberantasan pelanggaran izin lahan, khususnya di sektor perhutanan, perkebunan, dan pertambangan, guna menjaga APBN tetap sehat dan mendukung program prioritas pemerintah pada 2026.
Penerimaan Negara
Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mengeksplorasi sumber pungutan cukai baru, terutama ekstensifikasi barang kena cukai (BKC), untuk mencapai target penerimaan negara Rp.3.147,7 triliun pada APBN 2026. Selain kebijakan cukai hasil tembakau, terdapat 3 (tiga) upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dari sisi bea cukai yaitu :
Pertumbuhan penerimaan yang melambat mendorong reformasi berupa penguatan coretax, sinergi data antar kementerian, sistem pemungutan transaksi digital, serta pengawasan dan insentif perpajakan. Dari sisi PNBP, fokus pada tata kelola sumber daya alam yang lebih baik dan sinergi dengan Kementerian ESDM melalui Sistem Informasi Minerba (SIMBARA) menjadi strategi utama.
Pajak Orang Super Kaya
Pemerintah menargetkan penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp.1.209,3 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 atau naik 15% dari outlook 2025. Dengan fokus pada PPh Nonmigas Rp.1.154,12 triliun dan PPh migas Rp.55,2 triliun. Untuk mencapai target ini, efektivitas pengawasan ditingkatkan, khususnya pada Wajib Pajak (WP) Grup dan High Wealth Individual (HWI) atau orang super kaya, melalui intensifikasi pemeriksaan transfer pricing documentation (TP-Doc) dan rencana penggabungan WP grup dalam satu Kantor Pelayanan Pajak, yang akan memudahkan pengawasan fiskus. Di sisi lain, pentingnya kualitas data dalam pengelolaan PPh 21 untuk kelompok High Net Worth Individual (HNWI), yang banyak menerima Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dari pertukaran data antar yurisdiksi. Meskipun dampaknya masih terbatas dengan kenaikan penerimaan hanya Rp.20-Rp.30 triliun. Pencapaian target pajak ini sangat bergantung pada asumsi makro pemerintah, karena jika pertumbuhan ekonomi 2026 hanya 5% atau lebih rendah, target akan sulit tercapai meski dilakukan pengawasan ekstra terhadap wajib pajak grup dan HNWI.
Pajak Pedagang Eceran dan Usaha Makanan Minuman
Menteri Keuangan Sri Mulyani akan menargetkan pengawasan ketat pada pedagang eceran serta usaha makanan dan minuman di 2026 untuk menekan shadow economy yang menggerus penerimaan negara. Hal tersebut dikarenakan banyak pelaku usaha beroperasi tanpa izin, tidak tercatat dalam sistem, hingga mengandalkan transaksi tunai yang sulit dilacak. Adapun strategi pajak mencakup kajian pemetaan, program peningkatan kepatuhan (Compliance Improvement Program/CIP), dan integrasi NIK-NPWP melalui sistem coretax sejak 2025, ditambah melakukan canvassing aktif untuk mendata wajib oajak yang belum terdaftar dan penunjukan entitas luar negeri sebagai pemungut PPN atas transaksi digital PMSE. Pengawasan terhadap pedagang eceran, usaha makanan minuman, dan sektor lain dalam shadow economy diharapkan mendongkrak penerimaan pajak hingga Rp.2.357 triliun atau naik 13,5%, dengan total penerimaan negara mencapai Rp3.147,7 triliun, meningkat 9,8% dari tahun sebelumnya.
Pajak Daerah – Pajak Alat Berat
Pemprov DKI Jakarta resmi memberlakukan Pajak Alat Berat (PAB) sebagai upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan kemandirian fiskal, berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD). PAB merupakan pajak daerah baru yang dipisahkan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Pajak ini dikenakan atas kepemilikan maupun penguasaan alat berat bermesin, dengan atau tanpa roda, yang tidak melekat secara permanen yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi, teknik sipil, perkebunan, kehutanan, hingga pertambangan, seperti bulldozer, excavator, wheel loader, dan crane. Terdapat pengecualian Pihak yang tidak dikenai pajak antara lain:
Dasar pengenaan PAB adalah Nilai Jual Alat Berat (NJAB) dengan tarif pajak 0,2% persen dari NJAB, yang dibayar setiap tahun di muka.
Berikut ini contoh perhitungan sederhana sebagai berikut :
Jika sebuah excavator memiliki NJAB senilai Rp.100 juta, maka kewajiban pajaknya adalah:
Rp.100 juta × 0,2% = Rp.200 ribu per tahun.
Proses pendaftaran dan pelaporan PAB dapat dilakukan dengan mudah melalui kanal digital resmi Pemprov DKI di pajakonline.jakarta.go.id.
Peraturan Baru mengenai Perubahan PER-6/PJ/2025 Tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak :
Telah terbit peraturan baru mengenai Perubahan PER-6/PJ/2025 Tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, berdasarkan PER DJP Nomor PER-16/PJ/2025 (PER-16/PJ/2025) Tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2025 Tentang Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, Serta Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, yang ditetapkan dan berlaku pada 13 Agustus 2025. Berdasarkan PER-16/PJ/2025 dijelaskan bahwa:
diproses sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018.