Bebas Akses

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :
Penerimaan Pajak
Penerimaan setoran pajak hingga Oktober 2025 baru mencapai Rp.1.459 triliun atau setara 70,2% dari perkiraan akhir tahun Rp.2.076,9 triliun. Masih lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp.1.517,5 triliun. Penurunan terjadi di hampir semua komponen, mulai dari PPh Badan yang hanya terkumpul Rp.237,56 triliun atau turun 9,6%, PPh Orang Pribadi dan PPh 21 sebesar Rp.191,66 triliun atau turun 12,8%, hingga PPh Final, PPh 22, dan PPh 26 yang baru mencapai Rp.275,57 triliun atau turun 0,1%. PPN dan PPnBM juga melemah dengan realisasi Rp.556,61 triliun atau turun 10,3%. Meski begitu, pajak lainnya justru tumbuh kuat 42,3% dengan capaian Rp.197,61 triliun, menjadi satu-satunya penopang di tengah melambatnya kinerja penerimaan pajak.
Pengemplang Pajak
DJP Kemenkeu terus memperkuat upaya penagihan tunggakan dengan berhasil mengumpulkan Rp.11,48 triliun dari 200 pengemplang pajak yang memiliki total utang Rp.50–60 triliun, dan menargetkan perolehan hingga Rp.20 triliun pada akhir 2025. Komitmen pembayaran para penunggak sudah disampaikan kepada DJP, sejalan dengan arahan Menteri Keuangan dan pemerintah untuk menjaga kinerja penerimaan negara. Hingga Oktober 2025, Kemenkeu telah menghimpun Rp.2.113,3 triliun atau 73,7% dari target penerimaan negara Rp.2.865,5 triliun, sementara penerimaan pajak mencapai Rp.1.459,0 triliun atau 70,2% dari outlook 2025 sebesar Rp.2.076,9 triliun.
Pengiriman SP2DK
Menjelang akhir tahun 2025, penerimaan pajak masih tertinggal dari target, dengan realisasi hingga Oktober 2025 baru mencapai Rp.1.457,99 triliun atau 66,59% dari target APBN 2025, turun 3,92% dibanding tahun sebelumnya. Pemerintah kini mengambil langkah agresif melalui percepatan penagihan, termasuk pengiriman Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang dijuluki “surat cinta” bagi pengusaha hingga penagihan langsung kepada wajib pajak. Meski upaya terus digencarkan, analis menilai tantangan penerimaan negara masih berat, proyeksi kuartal IV-2025 menunjukkan potensi kontraksi 14,35%–23,46%, terutama pada PPh Migas dan PPN Dalam Negeri akibat melemahnya konsumsi dan aktivitas usaha. Kondisi ini diperburuk oleh turunnya pendapatan migas dan meningkatnya restitusi, sehingga target penerimaan negara tahun ini berpotensi sulit tercapai.
PPh Final UMKM
DJP Kemenkeu menegaskan bahwa insentif PPh Final 0,5% tidak akan diperpanjang bagi wajib pajak badan, kecuali orang pribadi dan PT perorangan. Pemerintah tengah merevisi PP No. 55/2022 tentang penyesuaian pengaturan PPh. Wajib Pajak badan yang masa penggunaannya masih berlaku tetap boleh memanfaatkan skema ini hingga selesai, namun tidak ada lagi permohonan baru, setelah itu mereka wajib melakukan pembukuan dan membayar PPh dengan tarif normal. Ketentuan baru ini juga menutup akses bagi CV, firma, dan PT non-perorangan yang selama ini menggunakan fasilitas tersebut, terutama karena banyak wajib pajak tetap memakai skema 0,5% meski omzetnya sudah melampaui batas Rp.4,8 milyar. Draf revisi PP sudah selesai harmonisasi dan menunggu penetapan Presiden.
Pelaporan SPT Tahunan
DJP meluncurkan simulator SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sebagai bagian dari perluasan pemanfaatan sistem Coretax, melengkapi simulator PPh Badan yang sudah hadir lebih dulu. Kini dapat diakses melalui laman yang sama: spt-simulasi.pajak.go.id, wajib pajak dapat mencoba alur pelaporan dengan login menggunakan NIK dan password khusus: P@jakTumbuh1ndonesiaT@ngguh. Di dalamnya ada dua menu utama, yakni Surat Pemberitahuan dan Pembayaran, yang dapat digunakan untuk mensimulasikan proses pelaporan hingga pembayaran pajak. Berbeda dengan simulator PPh Badan, penyusunan draft SPT PPh OP dilakukan langsung oleh wajib pajak. Pengguna perlu memilih “Buat Konsep SPT”, kemudian mengisi pilihan:
Dengan mekanisme ini, wajib pajak dapat memahami alur pembuatan SPT sesuai rancangan Coretax yang nantinya akan berlaku penuh. DJP menegaskan bahwa proses bisnis SPT Tahunan PPh Orang Pribadi di Coretax dirancang menyerupai e-Filing, namun lebih modern dan terintegrasi karena seluruh pertanyaan kini ditempatkan di Induk SPT dan otomatis menentukan lampiran yang harus diisi. Sistem ini juga dilengkapi fitur prepopulated bukti potong yang langsung membaca data pemotongan PPh wajib pajak, mempermudah khususnya bagi karyawan sebagai pengguna awal. Seluruh rancangan telah disesuaikan dengan PER-11/PJ/2025 sehingga formulir lama seperti 1770, 1770-S, dan 1770-SS tidak lagi digunakan. Peluncuran simulator ini menjadi langkah penting agar wajib pajak memahami sistem Coretax sebelum diterapkan penuh, menghadirkan proses pelaporan yang lebih sederhana, otomatis, dan akurat.
Angsuran PPh Pasal 25
DJP mengingatkan bahwa perhitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk SPT Tahunan PPh Badan kini mengalami perubahan melalui penerapan Coretax dan ketentuan PER-11/PJ/2025, penghitungan tidak lagi dilakukan di Formulir Induk 1771 Bagian E, tetapi dipindahkan ke Lampiran 6. Lampiran ini tidak muncul otomatis di sistem, sehingga wajib pajak harus memilih opsi “Tidak” pada Induk Bagian G angka 20 agar kolom perhitungan angsuran PPh Pasal 25 tersedia. Pergeseran ini menjadi bagian dari penyesuaian proses pelaporan dalam sistem Coretax yang lebih terstruktur. Lampiran 6 terdiri dari dua bagian:
Bagian perhitungan angsuran, wajib pajak mengisi beberapa komponen penting yaitu sebagai berikut :
Setelah penghitungan selesai, nilai angsuran PPh Pasal 25 akan otomatis masuk ke Induk Bagian G sebagai dasar penetapan angsuran tahun berjalan. Perubahan mekanisme ini diharapkan membuat pelaporan lebih akurat dan terstruktur sesuai standar Coretax, sehingga wajib pajak perlu memastikan seluruh data terisi dengan benar agar angsuran pajak sepanjang tahun tidak keliru.