Bebas Akses

Weekly Tax Summary – 24 Mar 2025

Oleh Siti
24 March 2025 09:00:00 WIB - 4 menit baca

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :   

  1. Penerimaan Negara : Kemenkeu Incar 2.000 Wajib Pajak Nakal
  2. Restitusi Pajak :
  • Realisasi Restitusi Pajak Melonjak Hingga Februari 2025 Sebesar Rp.111,04 Triliun atau Meningkat 93,11%
  • Adanya Penyebab Melonjaknya Restitusi Pajak Pada Februari 2025
  1. Core Tax Administration System : Peningkatan Dalam Perbaikan Sistem Coretax DJP
  2. Pelaporan SPT : Pelaporan SPT Tahunan Per 16 Maret 2025 Telah Mencapai 8,8 Juta
  3. Pajak Daerah – PKB : Tidak Ada Penyitaan Kendaraan Saat Penilangan Bagi STNK Mati 2 Tahun

Penerimaan Negara

Kemenkeu akan mengincar 2.000 wajib pajak 'nakal' yang belum melaksanakan kewajiban pajaknya. Hal ini sebagai salah satu insiatif strategi yang akan dijalankan di 2025 untuk menambah penerimaan negara. Saat ini telah mengindentifikasi ribuan wajib pajak yang perlu diawasi hingga dilakukan penagihan. Para Eselon 1 Kemenkeu akan melaksanakan program bersama (joint program) untuk melakukan pengawasan hingga penagihan tersebut. Juga akan dilakukan optimalisasi perpajakan transaksi digital dalam negeri dan luar negeri termasuk trace and track atau pelacakan dan penelusuran.

Restitusi Pajak

DJP Kemenkeu mencatat realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak mengalami lonjakan hingga Februari 2025 mencapai Rp.111,04 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 93,11% apabila dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yang hanya Rp.57,5 triliun. Realisasi restitusi pajak tersebut didominasi dari restitusi pajak pertambahan nilai dalam negeri (PPN DN) sebesar Rp.86,31 triliun dan didominasi restitusi PPh Pasal 25/29 Badan sebesar Rp.22,96 triliun. Sementara, realisasi restitusi berdasarkan sumbernya didominasi restitusi normal senilai Rp.70,92 triliun, restitusi dipercepat Rp.35,16 triliun dan restitusi upaya hukum sebesar Rp.4,97 triliun.

DJP Kemenkeu telah mencatat realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak yang mengalami lonjakan hingga Februari 2025 mencapai Rp.111,04 triliun. Apabila peningkatan restitusi pajak ini terus menerus tanpa adanya pertumbuhan penerimaan pajak bruto yang seimbang, maka dampaknya dapat mengurangi penerimaan pajak neto dan berpotensi memperlebar defisit fiskal pemerintah. Adapun penyebab terjadinya peningkatan restitusi pajak yaitu :

  1. Kelebihan bayar pajak akibat proyeksi laba yang terlalu optimis sehingga banyak perusahaan membayar pajak berdasarkan estimasi laba yang lebih tinggi dari realisasi aktual.
  2. Perlambatan ekonomi yang membatasi pertumbuhan bisnis sehingga membatasi kemampuan perusahaan dalam mencapai target pendapatan.
  3. Penurunan harga komoditas, terutama berdampak pada sektor pertambangan dan energi, yang menyebabkan profitabilitas menurun.
  4. Tekanan likuiditas akibat suku bunga tinggi yang embuat perusahaan mencari cara untuk mengoptimalkan arus kas, salah satunya dengan mengajukan restitusi pajak.
  5. implementasi Sistem Coretax DJP yang sejak resmi beroperasi pada 1 Januari 2025, mempermudah proses pengembalian pajak, sehingga lebih banyak wajib pajak mengajukan klaim restitusi dalam jumlah besar.

Core Tax Administration System

DJP Kemenkeu belum dapat memastikan seluruh permasalahan dalam sistem Coretax akan selesai sepenuhnya teratasi. Berdasarkan hasil evaluasi dan pemantauan sistem Coretax DJP telah mengalami peningkatan kinerja yang signifikan, khususnya pada proses login, registrasi, penerbitan faktur pajak, pelaporan SPT, dan pembuatan bukti potong. Perbaikan penurunan waktu tersebut yaitu :

  • Latensi login kini hanya memerlukan 12 milidetik, turun dari 4,1 detik pada awal Februari.
  • Latensi registrasi berkurang dari 5,8 detik menjadi 0,045 detik (45 milidetik).
  • Latensi penerbitan faktur pajak menurun dari 10 detik menjadi 1,46 detik.
  • Latensi pelaporan SPT yang sebelumnya 29,29 detik kini menjadi 3,93 detik, dan
  • Latensi pembuatan bukti potong dari 16,6 detik menjadi 0,29 detik.

DJP berkomitmen akan terus melakukan perbaikan demi meningkatkan kualitas pelayanan.

Pelaporan SPT Tahunan

Hingga 16 Maret 2025, total SPT Tahunan PPh tahun pajak 2024 yang telah melaporkan sebanyak 8,8 juta SPT. Jumlah tersebut terdiri dari 8,57 juta SPT Tahunan orang pribadi dan 230 ribu SPT Tahunan badan. DJP mengungkapkan pengisian SPT PPh untuk tahun 2024 masih akan menggunakan sistem lama melalui DJP Online dengan mengakses website website https://djponline.pajak.go.id/. Wajib pajak bisa menggunakan fitur e-Form maupun e-Filling. Sementara, kebijakan untuk menghapus sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran dan/atau pelaporan pajak sehubungan dengan implementasi Coretax yang masih bermasalah. Penghapusan dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) atas keterlambatan sesuai alam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 67/PJ/2025 yang telah ditetapkan pada 27 Februari 2025.

Pajak Daerah – PKB

Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri membantah berita yang beredar bahwa aturan penyitaan kendaraan dilakukan saat tilang apabila STNK telah mati 2 (dua) tahun adalah tidak benar. Dalam Pasal 74 ayat (1) UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dijelaskan data kendaraan bisa dihapus atas dasar dua faktor yaitu :

a. Permintaan pemilik kendaraan bermotor, atau

b. pertimbangan pejabat yang berwenang melaksanakan registrasi kendaraan bermotor.

Dalam Pasal 74 ayat (2) bahwa penghapusan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor, dapat dilakukan jika:

a. Kendaraan bermotor rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan, atau

b. Pemilik kendaraan bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya dua tahun setelah habis masa berlaku STNK.

Pada pasal 74 ayat (3), data kendaraan yang sudah dihapus seperti disebutkan pada ayat (1), tidak dapat diregistrasi kembali. Maka, kendaraan tersebut sudah tidak terdaftar. Berdasarkan Pasal 85 Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2021 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor bahwa pemilik kendaraan masih diberikan kesempatan untuk membayar pajak agar data kendaraannya tidak dihapus dengan diberikan peringatan pertama, kedua, dan ketiga.

Komentar Pembaca