Bebas Akses
Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :
Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan)
Mulai tahun 2026, pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia akan dilakukan melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax yang dikelola Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Untuk bisa melaporkan SPT menggunakan Coretax, setiap wajib pajak diwajibkan memiliki Kode Otorisasi atau Sertifikat Digital (KO/SD) sebagai bentuk verifikasi dan tanda tangan elektronik laporan SPT mereka. Tanpa kode khusus ini, wajib pajak tidak dapat mengakses proses pelaporan secara resmi. Cara Proses Pembuatan KO/SD di Coretax yaitu :
Adapun Cara Validasi Kode Otorisasi/Sertifikat Digital di Coretax, yaitu:
Mengajukan permintaan kode otorisasi dan mengikuti tahapan validasi yang disediakan dalam portal tersebut. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan keakuratan pelaporan pajak secara digital di era teknologi informasi.
SPT PPh Badan
Mulai Agustus 2025, Perusahaan di Indonesia sudah bisa lapr SPT Tahunan PPh melalui Coretax DJP. Hal ini berlaku untuk Wajib Pajak Badan dengan tahun buku tidak sama dengan tahun kalender. Implementasi ini berlaku bertahap sesuai periode tahun buku perusahaan, contohnya perusahaan dengan tahun buku Agustus 2024–Juli 2025 mulai melapor Agustus 2025, sementara perusahaan dengan tahun buku September 2024–Agustus 2025 mulai September 2025. Sebelum pelaporan, Wajib Pajak Badan dan Person In Charge (PIC) harus memastikan akun Coretax sudah aktif dan Kode Otorisasi DJP (KODJP) telah dibuat dan divalidasi. Dengan Coretax, pelaporan SPT Tahunan PPh diharapkan lebih efisien dan terintegrasi, menggantikan sistem lama untuk tahun pajak 2025 dan seterusnya, sesuai ketentuan yang mengacu pada Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Pajak Media Sosial
DJP memperkuat pengawasan kepatuhan wajib pajak dengan memantau aktivitas wajib pajak di media sosial menggunakan teknologi crawling, yaitu pemindaian otomatis terhadap konten yang diunggah, seperti foto dan video harta kekayaan atau endorsement. Data yang ditemukan kemudian dibandingkan dengan laporan pajak resmi. Apabila terdapat ketidaksesuaian, DJP akan memberikan edukasi atau peringatan langsung. Metode ini dilakukan untuk mengungkap potensi aset tersembunyi dan memastikan wajib pajak melaporkan harta dengan tepat, meski belum ada regulasi khusus yang mengatur pemungutan pajak dari data media sosial. Langkah inovatif ini menandai era baru pengawasan pajak yang lebih adaptif dan ketat terhadap perkembangan digital.
Kemudian, Kemenkeu akan mengoptimalkan penerimaan negara pada 2026 dengan menggali potensi perpajakan melalui data analitik dan pemantauan media sosial, langkah inovatif yang akan didukung anggaran Rp.1,99 triliun. Strategi ini bertujuan mendeteksi penghasilan tersembunyi dari aktivitas warganet, seperti endorsement atau kepemilikan aset yang belum tercatat di sistem pajak, dengan bantuan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan. Selain itu, Kemenkeu juga akan memperkuat regulasi cukai, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan proses ekspor-impor untuk meningkatkan penerimaan. Target ambisius ini diharapkan bisa mendorong rasio perpajakan terhadap PDB mencapai 10,08-10,45%, menandai era baru pengawasan pajak yang adaptif dan terintegrasi dengan perkembangan digital.
Bea Masuk
Kesepakatan tarif terbaru antara Amerika Serikat dan Indonesia menetapkan bea masuk produk Indonesia ke AS sebesar 19%, lebih rendah dari tarif sebelumnya yang mencapai 32% dan juga lebih rendah dari Vietnam (20%). Sebagai balasan, produk-produk Amerika Serikat dapat memasuki pasar Indonesia dengan tarif 0%, memberikan keunggulan kompetitif bagi barang-barang dari AS. Dalam perjanjian ini, Indonesia juga meningkatkan pembelian produk AS, seperti minyak dan gas, produk pertanian, serta 50 pesawat Boeing 777. Meski demikian, AS tetap mewanti-wanti soal praktik transshipment, di mana jika diketahui terjadi, Indonesia tetap harus membayar tarif asal negara bendera perdagangan. Reaksi pasar masih menunggu kejelasan detail implementasi, sementara pemerintah kedua negara tengah mempersiapkan pernyataan bersama yang mencakup aspek non-tarif dan perjanjian komersial lainnya.
Bea Cukai
Kemenkeu tengah mengkaji penerapan cukai baru untuk produk pangan olahan bernatrium (P2OB), seperti makanan ringan kemasan tinggi garam, sebagai bagian dari strategi ekspansi barang kena cukai pada tahun anggaran 2026. Kebijakan ini bertujuan tidak hanya untuk mengoptimalkan penerimaan negara secara adil dan berkelanjutan, tetapi juga untuk mengendalikan konsumsi garam berlebih yang berdampak pada kesehatan masyarakat, sejalan dengan program GGL (gula, garam, lemak) di RPJMN. Selain itu, Kemenkeu juga berupaya menguatkan regulasi perpajakan, memanfaatkan data analitik dan media sosial, serta memperbaiki proses ekspor-impor dan logistik guna menjaga kesinambungan penerimaan negara sambil mengintegrasikan aspek kesehatan dan lingkungan dalam kebijakan fiskal.
Program E-Learning USKP
Berdasarkan Pengumuman Nomor PENG-3/PP.7/2025 tentang Program E-Learning Open Access, bahwa Kemenkeu melalui Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional dan Penjaminan Mutu mengadakan program e-learning gratis berupa Open Access (OA) untuk calon peserta Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP) tingkat A dan B periode I dan II tahun 2025. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas dan kesiapan peserta sebelum ujian sertifikasi. Pelatihan ini berlangsung selama sembilan hari mulai 15 hingga 23 Juli 2025 dan dapat diakses secara online melalui laman resmi klc2.kemenkeu.go.id. dengan login menggunakan akun Gmail dan mengikuti seluruh modul pembelajaran daring tersebut. Jenis program OA yang tersedia yaitu:
Meskipun sertifikat OA bukan bagian dari penilaian USKP, peserta yang sudah mengunggah sertifikat akan diprioritaskan saat pendaftaran apabila kuota peserta melebihi batas. Kemenkeu juga mendorong peserta untuk belajar dari sumber lain guna persiapan optimal menghadapi USKP.
PPh Pasal 22 – Marketplace
DJP Kemenkeu telah resmi memberlakukan regulasi baru dalam PMK Nomor 37 Tahun 2025 dalam Pasal 10 ayat (1) yang mewajibkan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,5% atas transaksi pedagang dalam negeri dengan omzet di atas Rp.500 juta per tahun. Namun, terdapat sejumlah pengecualian kebijakan pemungutan PPh Pasal 22, antara lain :
Implementasi aturan ini dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan sistem marketplace, dengan tujuan mengamankan pungutan pajak sekaligus meringankan beban UMKM melalui pengecualian dan masa transisi. Skema ini juga mencontoh praktik serupa di perdagangan elektronik luar negeri untuk memperkuat kepatuhan pajak digital tanpa menimbulkan beban administrasi yang berat bagi pelaku usaha kecil.
Siaran Pers
Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang menetapkan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi pedagang dalam negeri melalui sistem elektronik. PMK ini mulai berlaku sejak 14 Juli 2025 dan bertujuan menyederhanakan pemungutan pajak di ekosistem perdagangan digital yang pesat berkembang pasca pandemi COVID-19. Dalam pelaksanaannya, merchant diwajibkan memberikan data transaksi kepada marketplace sebagai dasar pemungutan dengan tarif PPh 0,5% yang bisa bersifat final atau tidak final. Selain itu, marketplace harus menyampaikan informasi pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak, sementara invoice penjualan diatur sebagai dokumen resmi pelaporan pajak. Kebijakan ini mendorong kemudahan administrasi perpajakan, menciptakan keadilan usaha antara pelaku digital dan konvensional, serta mendukung pertumbuhan ekonomi digital yang sehat dan berkeadilan.
Peraturan Baru mengenai PPh Pasal 22 Marketplace :
Telah terbit peraturan baru mengenai Pengenaan PPh Pasal 22 atas Marketplace, berdasarkan PMK Nomor 37 Tahun 2025 (PMK 37/2025) Tentang Penunjukan Pihak Lain Sebagai Pemungut PPh Serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Yang Dipungut Oleh Pihak Lain atas Penghasilan ang Diterima atau Diperoleh Pedagang Dalam Negeri Dengan Mekanisme Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang ditetapkan pada tanggal 11 Juni 2025 dan berlaku pada 14 Juli 2025. Berdasarkan PMK 37/2025 dijelaskan bahwa: