Bebas Akses

Weekly Tax Summary - 19 Mei 2025

Oleh Siti
19 May 2025 09:00:00 WIB - 4 menit baca

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :   

  1. Penerimaan Pajak : Penerimaan Pajak 2025 di Ujung Tanduk, Shortfall Bisa Tembus Rp 130 Triliun
  2. Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan : Rencana Cukai Minuman Berpemanis, Pengusaha Minta Pemerintah Tunda dan Kaji Ulang
  3. Bea Masuk : DJBC Beri Kebebasan Bea Masuk Untuk Barang Kiriman Jemaah Haji Maksimal Rp.24,8 Juta
  4. Perdagangan Internasional : Apindo Desak Pemerintah Fokus Pasar Domestik Hadapi Tantangan Tarif Impor AS Juli 2025
  5. PBB : Cara Mudah Hitung PBB 2025 Agar Tak Salah Bayar

Penerimaan Pajak

Penerimaan pajak tahun 2025 ini diperkirakan kembali mengalami shortfall atau penerimaan lebih rendah dari target APBN, bahkan lebih besar dibandingkan tahun 2024. Kepala Makroekonomi dan Keuangan Indef memprediksi shortfall tahun ini akan mencapai Rp. 80 triliun hingga Rp. 130 triliun, meningkat dari shortfall tahun 2024 sebesar Rp. 56,5 triliun. Target penerimaan pajak tahun 2025 sebesar Rp.2.189,3 triliun, namun diperkirakan hanya tercapai Rp.2.050 triliun hingga Rp. 2.100 triliun. Penyebab utama melesetnya target adalah turunnya harga komoditas unggulan seperti batu bara dan Crude Palm Oil (CPO), serta pelemahan ekspor akibat perlambatan ekonomi global.

Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)

Pengusaha makanan dan minuman olahan menilai terkait rencana pemerintah mengenakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK), yang akan berdampak negatif pada industri mereka. Adapun saran pengusaha untuk meminta pemerintah menunda dan mengkaji ulang kebijakan ini hingga kondisi dalam negeri membaik. Sementara itu, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan belum menerima undangan untuk membahas cukai MBDK.

Bea Masuk

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan pembebasan bea masuk untuk barang kiriman jemaah haji Indonesia hingga US$1.500 atau sekitar Rp.24,8 juta (asumsi kurs Rp.16.551 per dolar AS) per pengiriman, dengan maksimal dua kali pengiriman selama satu perjalanan haji, dengan total pembebasan hingga US$3.000 atau Rp.49,6 juta per jemaah. Kebijakan ini diatur dalam PMK Nomor 4 Tahun 2025 yang berlaku sejak Januari 2025 dan bertujuan memudahkan pengiriman barang pribadi dan oleh-oleh dari Tanah Suci. Pengiriman harus dilakukan oleh penyelenggara pos yang bekerja sama dengan agen luar negeri, diberitahukan ke kantor pabean menggunakan Customs Notification, dan dilakukan maksimal 30 hari setelah kepulangan kloter terakhir. Setiap pengiriman dibatasi dalam satu kemasan berukuran maksimal 60 x 60 x 80 cm. Barang dengan nilai Free on Board (FOB) di bawah atau sama dengan US$1.500 dibebaskan dari bea masuk, PPN, dan PPh. Jika melebihi US$1.500, dikenakan bea masuk 7,5% dan PPN, namun PPh tetap dikecualikan. Selain barang kiriman, barang bawaan pribadi jemaah juga mendapat pembebasan bea masuk dengan pelaporan lisan kepada petugas Bea Cukai.

Perdagangan Internasional

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah fokus memperkuat pasar domestik karena konsumsi rumah tangga masih menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah jeda tarif 3 (tiba) bulan antara AS dan China. AS telah setuju untuk memangkas tarif gabungannya atas impor China dari 145% menjadi 30% untuk sementara. Pajak impor China atas barang-barang AS juga akan turun dari 125% menjadi 10% selama gencatan senjata. Meskipun AS dan China menurunkan tarif impor secara signifikan selama gencatan senjata, Ketua Apindo Shinta Kamdani mengingatkan agar pemerintah tidak lengah dan terus meningkatkan konsumsi dalam negeri serta bernegosiasi menurunkan tarif 32% yang akan dikenakan AS pada produk Indonesia mulai Juli. Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2025 melambat menjadi 4,87% yoy, dengan konsumsi rumah tangga menyumbang 2,61 poin persentase. Apindo tetap optimis mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 di kisaran 4,8-5,1%.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Terkait dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang telah diatur melalui PMK Nomor 234/PMK.03/2022 tentang Perubahan atas PMK Nomor 186/PMK.03/2019 tentang Klasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang dijelaskan bahwa PBB adalah kewajiban tahunan bagi pemilik tanah dan bangunan yang diatur oleh pemerintah. Untuk menghitung PBB dengan tepat, wajib pajak perlu memahami Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). UU Nomor 1 Tahun 2022 dalam Pasal 40 diuraikan secara lengkap mengenai ketentuan NJOP. NJOP adalah harga rata-rata transaksi properti di daerah tertentu. NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) dan paling tinggi 100% (seratus persen) dari NJOP setelah dikurangi NJOP tidak kena pajak. Sementara, tarif PBB-P2 dalam Pasal 41 ayat (1) UU 1/2022 ditetapkan paling tinggi 0,5% (nol koma lima persen). Adapun NJOP tidak kena pajak ditetapkan paling sedikit sebesar Rp.10.000.000 bagi setiap wajib pajak. Sedangkan NJKP biasanya dihitung sebagai 20% dari NJOP setelah dikurangi nilai NJOP tidak kena pajak.

Rumus dasar menghitung PBB :

PBB = Tarif PBB (maks 0,5%) x NJKP

Misalnya, jika NJKP Anda Rp.6 juta dan tarif PBB 0,05%, maka PBB yang harus dibayar adalah Rp 30.000. Contoh ini membantu wajib pajak memahami cara menghitung PBB secara mudah dan akurat. Selain itu, ada beberapa objek yang dikecualikan dari PBB, seperti bangunan pemerintah, fasilitas umum, dan tanah tertentu. Dengan memahami konsep NJOP, NJKP, dan tarif PBB, Wajib Pajak bisa memenuhi kewajiban pajak dengan tepat untuk menghindari kesalahan dan memastikan pembayaran PBB sesuai aturan.

Komentar Pembaca