Bebas Akses

Weekly Tax Summary - 17 Nov 2025

Oleh Siti
17 November 2025 09:00:00 WIB - 16 menit baca

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :   

  1. Keuangan Pajak Digital : DJP Siap Perluas Data Keuangan Pajak Termasuk Uang Elektronik Mulai 2026
  2. Tindak Pidana Pajak : DJP Serahkan Tindak Pidana Faktur Pajak, Dengan Kerugian Rp.10,59 Milyar
  3. Pajak Daerah : Pemerintah Hilangkan Biaya BBNKB Untuk Mobil Bekas, Tapi Biaya Lain Tetap Ada
  4. Perdagangan Internasional : Amerika Serikat Resmi Buka Kembali Impor Pangan Dari 4 Negara
  5. Sistem Coretax : Wajib Pajak Diminta Segera Aktivasi Akun dan Buat Kode Otorisasi Coretax
  6. Surat Penunggak Pajak : DJP Kirim Email Pengingat Bagi Wajib Pajak atas Tunggak Pajak
  7. Pengumuman DJP : PENG-44/PJ.09/2025 Tentang Pengiriman Email Resmi Sebagai Pengingat Bagi Wajib Pajak Atas Tunggakan Pajak
  8. Peraturan Baru :
  • PER DJP Nomor PER-17/PJ/2025 Tentang Penetapan Tempat Terdaftar Bagi Wajib Pajak, Orang Pribadi, dan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Besar, Khusus, dan Madya
  • PER DJP Nomor PER-18/PJ/2025 Tentang Tindak Lanjut Atas Data Konkret
  • PER DJP Nomor PER-19/PJ/2025 Tentang Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak Terhadap Pengusaha Kena Pajak Yang Tidak Melaksanakan Kewajiban Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Perpajakan

Keuangan Digital Pajak

DJP Kemenkeu berencana mulai 2026 akan memperluas akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dengan memasukkan rekening digital dan uang elektronik. Rencana tersebut masuk ke dalam aturan baru pengganti PMK Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, sebagai tindak lanjut komitmen internasional Indonesia setelah penandatanganan Addendum to the CRS MCAA pada 19 November 2024. Langkah ini menyesuaikan standar baru Organisation For Economic Co-Operation and Development (OECD) serta menambahkan pengaturan untuk mencegah duplikasi pelaporan AEOI CRS dan Crypto-Asset Reporting Framework (CARF). Meski belum diatur dalam PMK 70/2017 maupun revisi terakhinya yakni PMK 47/2024, perluasan ini diharapkan meningkatkan efektivitas pertukaran informasi keuangan, yang manfaatnya meliputi pencegahan penghindaran dan pengelakan pajak, mencegah penyalahgunaan persetujuan pajak berganda, serta memperkuat pengawasan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

Tindak Pidana Pajak

Kanwil DJP Jakarta Barat menyerahkan tersangka dan barang bukti tindak pidana perpajakan kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Barat setelah berkas perkara dinyatakan lengkap, sebagai bagian dari sinergi penegakan hukum antara DJP, Kejaksaan, dan Kepolisian. Tersangka AFW, bersama AH dan calon tersangka FJ, diduga menerbitkan dan/atau menggunakan Faktur Pajak Tidak Berdasarkan Transaksi yang Sebenarnya (TBTS) serta menyampaikan SPT Masa PPN yang tidak benar untuk masa pajak Januari–Oktober 2022. Hal ini menimbulkan kerugian negara Rp.10,59 milyar dan melanggar ketentuan Pasal 39A huruf a juncto pasal 39 ayat (1) huruf d juncto Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Kepala Kanwil DJP Jakarta Barat menegaskan bahwa kolaborasi ini penting untuk menjaga ekosistem perpajakan yang adil dan memberi efek jera, sejalan dengan upaya pengamanan penerimaan negara, di mana hingga 31 Oktober 2025 wilayah tersebut telah mencatat penerimaan bersih Rp.42,29 triliun atau 53,81% dari target APBN.

Pajak Daerah – BBNKB

Biaya balik nama mobil bekas kini resmi dihapus sesuai Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), karena BBNKB hanya dikenakan pada penyerahan pertama kendaraan baru. Namun, bukan berarti proses balik nama mobil bekas menjadi gratis, sebab pemilik tetap harus membayar berbagai komponen lain seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), opsen PKB, SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan), biaya administrasi STNK, biaya administrasi TNKB, penerbitan BPKB, serta biaya mutasi bila pindah wilayah. Meski total biaya tetap ada, penghapusan BBNKB tetap menguntungkan karena menghemat sekitar 1% dari harga beli kendaraan. Contoh untuk mobil Rp.200 juta menghemat sekitar Rp.2 juta sehingga semakin tinggi harga mobil bekas, semakin besar pula penghematan yang diperoleh.

Perdagangan Internasional

Amerika Serikat resmi membuka kembali impor pangan dari Argentina, Ekuador, Guatemala, dan El Salvador melalui kesepakatan dagang baru yang membebaskan tarif masuk untuk komoditas utama seperti kopi dan pisang, sebuah langkah yang disebut dapat langsung menurunkan harga bahan pokok di dalam negeri setelah sebelumnya terbebani tarif era Donald Trump. Meski sebagian besar barang dari keempat negara itu masih dikenai tarif 10–15%, fasilitas bebas tarif untuk produk tertentu disambut positif sebagai peluang besar memperluas ekspor pangan ke pasar AS. Washington menargetkan kerangka kerja utama rampung dalam dua pekan dan tidak menutup kemungkinan adanya kesepakatan tambahan tahun ini, bahkan tengah mempertimbangkan relaksasi tarif untuk komoditas lain seperti daging sapi dan jeruk, sambil melanjutkan negosiasi dengan negara-negara Amerika Latin, Swiss, dan Taiwan untuk merampungkan lebih banyak perjanjian sebelum 2025.

Sistem Coretax

DJP memastikan Coretax Administration System siap sepenuhnya menggantikan DJP Online untuk pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2025 yang mulai dilakukan pada 2026, sehingga seluruh Wajib Pajak diminta segera mengaktivasi akun dan membuat kode otorisasi agar dapat menggunakan sistem baru ini dengan lancar. Melalui edukasi dan pendampingan yang tengah digencarkan, DJP menegaskan bahwa peralihan ini merupakan bagian dari modernisasi administrasi perpajakan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2025, dan mengingatkan masyarakat agar tidak menunda aktivasi akun demi menghindari kendala teknis maupun antrean saat masa pelaporan tiba. Berikut panduan singkat aktivasi akun dan pembuatan kode otorisasi Coretax:

Langkah Aktivasi Akun Coretax:

  1. Akses laman https://coretax.pajak.go.id
  2. Pilih menu “Aktivasi Akun Coretax”
  3. Masukkan NPWP dan EFIN yang sudah terdaftar
  4. Cek e-mail resmi dari @pajak.go.id untuk kata sandi sementara
  5. Login ke akun Coretax dan klik “Ganti Kata Sandi”
  6. Buat passphrase sebagai pengaman tambahan

Langkah Membuat Kode Otorisasi:

  1. Login ke portal Coretax
  2. Pilih menu “Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik”
  3. Isi data sertifikat digital dan pilih penyedia sertifikat
  4. Masukkan ID penandatangan atau buat passphrase
  5. Centang pernyataan, lalu klik “Kirim”

Melalui sistem Coretax yang terintegrasi, DJP menargetkan layanan pajak yang lebih cepat, transparan, dan efisien, sekaligus mendorong terwujudnya reformasi administrasi perpajakan digital di Indonesia. DJP juga telah memberikan siaran pers yang menjelaskan pandangan DJP atas kriteria tersebut.

Surat Penunggak Pajak

DJP mengirimkan email resmi kepada Wajib Pajak yang masih memiliki tunggakan sebagai pengingat untuk segera melunasi kewajiban melalui sistem Coretax. Melalui tautan https://coretaxdjp.pajak.go.id/, Wajib Pajak dapat mengecek tagihan pada menu "Pembayaran", membuat kode billing dengan pilih "Pembuatan Kode Billing atas Tagihan Pajak", tagihan yang akan dibayar dengan memberi tanda centang, dan isikan nominal pembayaran pada kolom "Amount You Want to Pay" (Jumlah yang harus dibayar). Selanjutnya, pilih menu "Buat Kode Billing", dan lakukan pembayaran melalui saluran resmi pada Teller Bank, ATM, Mobile/Internet Banking, atau e-Commerce dengan menu MPN-G2. Jika tidak dapat mengakses Coretax, DJP menyediakan layanan bantuan melalui KPP, Live Chat di pajak.go.id, Kring Pajak 1500200, media sosial X @kring_pajak, atau email [email protected]. DJP menegaskan seluruh layanan gratis, email resmi hanya menggunakan domain pajak.go.id, dan tidak pernah meminta pembayaran ke rekening pribadi. Jika ragu terhadap email yang diterima, Wajib Pajak dapat memastikan kebenarannya melalui Kring Pajak atau KPP terdekat.

Pengumuman DJP mengenai Email Resmi DJP atas Tunggakan Pajak  :

Telah diterbitkan Pengumuman DJP Nomor PENG-44/PJ.09/2025 Tentang Pengiriman Email Resmi Sebagai Pengingat Bagi Wajib Pajak Atas Tunggakan Pajak. Sehubungan dengan email resmi DJP sebagai pengingat bagi Wajib Pajak yang masih memiliki tunggakan pajak, disampaikan bahwa :

  1. Wajib Pajak penerima email pengingat tersebut harus melakukan langkah-langkah di bawah ini.
    1. Akses Coretax DJP melalui tautan https://coretaxdjp.pajak.go.id/.
    2. Cek tagihan pajak pada menu “Pembayaran”, lalu “Pembuatan Kode Billing atas Tagihan Pajak”.
    3. Pilih tagihan yang akan dibayar dengan memberi tanda centang.
    4. Isikan nominal pembayaran pada kolom “Amount You Want to Pay” (Jumlah yang harus dibayar).
    5. Pilih menu “Buat Kode Billing”.
    6. Lakukan pembayaran melalui saluran resmi pada Teller Bank, ATM, Mobile/Internet Banking, atau e-Commerce dengan menu MPN-G2.
    7. Lihat buku manual pembayaran pajak di https://s.kemenkeu.go.id/ModulPembayaran (Hal. 30-32).
  2. Jika Wajib Pajak tidak/belum bisa mengakses Coretax DJP, Wajib Pajak dapat menghubungi saluran layanan resmi DJP di antaranya:
    1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Terdekat;
    2. Live Chat di situs www.pajak.go.id;
    3. Kring Pajak 1500200;
    4. Akun media sosial X @kring_pajak; atau
    5. Email: [email protected].
  3. Kami mengingatkan kepada Wajib Pajak untuk tetap waspada terhadap penipuan yang mengatasnamakan DJP. Untuk mengantisipasi penipuan mengatasnamakan DJP, Wajib Pajak perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
    1. Seluruh layanan DJP tidak dipungut biaya.
    2. Email resmi dikirim oleh DJP hanya menggunakan domain pajak.go.id.
    3. DJP tidak pernah meminta pembayaran apapun ke rekening pribadi dan tidak mengirimkan tautan di luar situs resmi.
    4. Jika ragu mengenai email yang diterima, Wajib Pajak dapat menghubungi Kring Pajak 1500200 atau mengunjungi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat.
    5. Email pengingat tunggakan pajak ini bukan merupakan tindakan penagihan aktif. Abaikan jika sudah membayar.

Peraturan Baru mengenai Tempat Daftar Wajib Pajak Pada KPP Besar, Tindak Data Konkret dan Nonaktifkan Akses Pembuatan Faktur Pajak :

A. Peraturan Baru mengenai Tempat Daftar Wajib Pajak Pada KPP Besar  :

Telah terbit peraturan baru mengenai Tempat Daftar Wajib Pajak Pada KPP Besar, berdasarkan PER DJP Nomor PER-17/PJ/2025 (PER-17/PJ/2025) Tentang Penetapan Tempat Terdaftar Bagi Wajib Pajak, Orang Pribadi, dan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Besar, Khusus, dan Madya, yang ditetapkan dan berlaku pada tanggal 01 September 2025. Berdasarkan PER-17/PJ/2025 dijelaskan bahwa:

  • Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat terdaftar bagi: 

a. Wajib Pajak tertentu; 

b. orang pribadi dan Badan yang tidak memenuhi persyaratan subjektif sebagai subjek pajak dalam negeri; dan 

c. orang pribadi dan Badan yang tidak termasuk subjek pajak sesuai ketentuan Pasal 3 UU PPh,

pada Kantor Pelayanan Pajak Besar, Khusus, dan Madya. 

  • Penetapan Wajib Pajak, orang pribadi, dan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut: 
  1. Peredaran usaha; 
  2. Jumlah penghasilan; 
  3. Jumlah pembayaran pajak; 
  4. Nilai aset, kewajiban, dan ekuitas; 
  5. Tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha; 
  6. Kewarganegaraan;
  7. Klasifikasi lapangan usaha; 
  8. Grup Wajib Pajak atau pemilik manfaat; dan/atau 
  9. Pertimbangan lain Direktur Jenderal Pajak. 
  • Penetapan tempat terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Besar, Khusus, dan Madya, adalah pada kantor sebagai berikut: 

a) Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar meliputi: 

1. KPP WP Besar Satu: Melayani WP Badan besar di sektor pertambangan, jasa penunjang pertambangan, dan jasa keuangan.

2. KPP WP Besar Dua: Melayani WP Badan besar di sektor industri, perdagangan, dan jasa (kecuali jasa penunjang pertambangan dan jasa keuangan).

3. KPP WP Besar Tiga: Melayani BUMN yang bergerak di pertambangan, industri, dan perdagangan.

4. KPP WP Besar Empat: Melayani BUMN di sektor jasa serta WP orang pribadi tertentu.

b) Kantor Wilayah Jakarta Khusus meliputi:

1. KPP Penanaman Modal Asing (PMA) Satu: Melayani WP PMA non-bursa di industri kimia dan barang galian nonlogam.

2. KPP PMA Dua: Melayani WP PMA non-bursa di industri logam dan mesin.

3. KPP PMA Tiga: Melayani WP PMA non-bursa di pertambangan dan perdagangan.

4. KPP PMA Empat: Melayani WP PMA non-bursa di industri tekstil, makanan, dan kayu.

5. KPP PMA Lima: Melayani WP PMA non-bursa di agrobisnis dan jasa tertentu.

6. KPP PMA Enam: Melayani WP PMA non-bursa di jasa dan perdagangan tertentu.

7. KPP Perusahaan Masuk Bursa: Melayani WP yang sudah go public, perusahaan efek nonbank, dan lembaga khusus pasar modal (Self Regulatory Organization atau SRO).

8. KPP Badan dan Orang Asing melayani:

a. Wajib Pajak berupa:

- Bentuk Usaha Tetap (BUT).

- WNA yang sudah menjadi subjek pajak dalam negeri.

- Badan Internasional yang menjadi subjek PPh.

b. Orang pribadi/Badan non-subjek pajak dalam negeri, termasuk pelaku PMSE luar negeri:

- Pedagang luar negeri.

- Penyedia jasa luar negeri.

- Penyelenggara PMSE luar negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain.

c. Pihak yang bukan subjek pajak sesuai Pasal 3 UU PPh, seperti:

- Badan Internasional.

- Perwakilan negara asing.

- Pejabat perwakilan negara asing.

- Pejabat badan internasional.

9. Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi, untuk Wajib Pajak Minyak dan Gas Bumi; 

c) Kantor Pelayanan Pajak Madya, untuk Wajib Pajak tertentu dalam suatu Kantor Wilayah. 

  • Bagi Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, dan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Luar Negeri, yang telah ditunjuk sebagai Pihak Lain berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penunjukan sebagai Pihak Lain untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik tidak diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
  • Tempat terdaftar dari Wajib Pajak dan Wajib Pajak, ditetapkan sebagai tempat pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Wajib Pajak merupakan pengusaha yang: seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
  • Dalam hal pengusaha memiliki: 
  1. tempat tinggal atau tempat kedudukan yang berada di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; dan
  2. 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berada di luar kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas,

pengusaha dimaksud harus menentukan 1 (satu) tempat kegiatan usaha sebagai alamat utama Pengusaha Kena Pajak.

  • Wajib Pajak, orang pribadi, dan Badan yang telah ditetapkan melalui Keputusan DJP, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak atas satu atau lebih tempat kegiatan usaha dilakukan secara terpusat menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Besar, Khusus, dan Madya.
  • Kepala Kantor Wilayah Lama menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penetapan tempat terdaftar bagi Wajib Pajak, orang pribadi, dan Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Besar, Khusus, dan Madya berdasarkan Keputusan DJP kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal Saat Mulai Terdaftar. 
  • Kepala KP Baru menerbitkan, surat pindah, surat keterangan terdaftar, dan kartu NPWP, berdasarkan Keputusan DJP paling lama 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Saat Mulai Terdaftar.
  • DJP dapat melakukan evaluasi terhadap Wajib Pajak, orang pribadi, dan Badan yang telah ditetapkan dalam Keputusan DJP.
  • Berdasarkan evaluasi, DJP dapat melakukan pemindahan tempat terdaftar bagi Wajib Pajak, orang pribadi, dan Badan yang telah ditetapkan melalui Keputusan DJP ke KPP Besar, Khusus, dan Madya lainnya atau KPP Pratama, dengan menerbitkan Keputusan DJP. 
  • Kepala Kantor Wilayah Lama menyampaikan surat pemberitahuan mengenai pemindahan tempat terdaftar bagi Wajib Pajak, orang pribadi, dan Badan kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal Saat Mulai Terdaftar. 
  • Kepala KPP Baru menerbitkan dan menyampaikan surat pindah, surat keterangan terdaftar, dan kartu NPWP, berdasarkan Keputusan DJP kepada Wajib Pajak paling lama 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Saat Mulai Terdaftar.
  • Dalam hal Wajib Pajak, orang pribadi, dan Badan menyampaikan surat yang berisi informasi tentang pemindahan tempat terdaftar dari: 

a. KPP Pratama ke KPP Besar, Khusus, dan Madya; 

b. KPP Besar, Khusus, dan Madya ke KPP Besar, Khusus, dan Madya lainnya; atau 

c. KPP Besar, Khusus, dan Madya ke KPP Pratama,

surat tersebut disampaikan pada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar untuk menjadi pertimbangan DJP dalam menetapkan Keputusan DJP dan melakukan evaluasi.

B. Peraturan Baru mengenai Tindak Data Konkret  :

Telah terbit peraturan baru mengenai Tindak Data Konkret, berdasarkan PER DJP Nomor PER-18/PJ/2025 (PER-18/PJ/2025) Tentang Tindak Lanjut Atas Data Konkret, yang ditetapkan dan berlaku pada tanggal 24 September 2025. Berdasarkan PER-18/PJ/2025 dijelaskan bahwa:

  • Data konkret merupakan data yang diperoleh atau dimiliki oleh DJP berupa:
  1. Faktur pajak yang sudah memperoleh persetujuan melalui sistem informasi milik DJP tetapi belum atau tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak pada SPT Masa PPN;
  2. Bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang belum atau tidak dilaporkan oleh penerbit bukti pemotongan atau pemungutan pada SPT Masa PPh; dan/atau
  3. Bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak,

yang memerlukan pengujian secara sederhana.

  • Bukti transaksi atau data perpajakan dapat berupa:
  1. Kelebihan kompensasi pada SPT Masa PPN yang tidak didukung dengan kelebihan bayar pada SPT Masa PPN sebelumnya;
  2. Penghitungan kembali pajak masukan sebagai pengurang pajak keluaran oleh Wajib Pajak yang tidak berhak menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang dan penyerahan yang tidak terutang pajak;
  3. PPN disetor di muka yang tidak atau kurang dibayar;
  4. Pemanfaatan insentif pajak yang tidak sesuai ketentuan;
  5. Pengkreditan pajak masukan yang tidak sesuai ketentuan;
  6. Penghasilan yang tidak atau kurang dilaporkan berdasarkan data bukti potong yang dimiliki DJP dan/atau kekeliruan sehubungan dengan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto;
  7. Data dan/atau keterangan yang bersumber dari ketetapan dan/atau keputusan di bidang perpajakan dan/atau putusan atas sengketa penerapan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan, yang bersifat inkrah, yang dapat langsung digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan yang tidak atau kurang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan; dan/atau
  8. Data dan/atau keterangan yang telah diterbitkan surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan dan dibuat berita acara permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan yang memuat persetujuan Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakan dan telah ditandatangani Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa, namun pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut belum atau tidak dipenuhi sampai dengan batas waktu yang telah disetujui oleh Wajib Pajak, yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
  • Data konkret ditindaklanjuti dengan pengawasan dan/atau Pemeriksaan.
  • Pemeriksaan dilakukan dengan Pemeriksaan spesifik atas data konkret sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai pemeriksaan pajak.

C. Peraturan Baru mengenai Nonaktifkan Akses Pembuatan Faktur Pajak  :

Telah terbit peraturan baru mengenai Nonaktifkan Akses Pembuatan Faktur Pajak, berdasarkan PER DJP Nomor PER-19/PJ/2025 (PER-19/PJ/2025) Tentang Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak Terhadap Pengusaha Kena Pajak Yang Tidak Melaksanakan Kewajiban Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Perpajakan, yang ditetapkan dan berlaku pada tanggal 22 Oktober 2025. Berdasarkan PER-19/PJ/2025 dijelaskan bahwa:

  • DJP berwenang untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap Pengusaha Kena Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sesuai dengan kriteria tertentu.
  • Kriteria tertentu meliputi:
  • Tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagai pemotong atau pemungut pajak secara berturut-turut dalam 3 (tiga) bulan;
  1. Tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya;
  2. Tidak menyampaikan SPT Masa PPN yang telah menjadi kewajibannya berturut-turut selama 3 (tiga) bulan;
  3. Tidak menyampaikan SPT Masa PPN yang telah menjadi kewajibannya untuk 6 (enam) Masa Pajak dalam periode 1 (satu) tahun kalender;
  4. Tidak melaporkan bukti potong atau bukti pungut untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut yang telah dibuat berturut-turut selama 3 (tiga) bulan; dan/atau
  5. Memiliki tunggakan pajak paling sedikit:

a) Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) untuk Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama; atau

b) Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk Wajib Pajak yang terdaftar selain di Kantor Pelayanan Pajak Pratama,

yang telah diterbitkan surat teguran dan selain yang telah memiliki surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak yang masih berlaku.

  • Wajib Pajak yang akses pembuatan Faktur Pajaknya dinonaktifkan dapat menyampaikan klarifikasi.
  • Kepala KPP berdasarkan penelitian menentukan untuk mengabulkan atau menolak klarifikasi Wajib Pajak atas surat klarifikasi paling lama 5 (lima) hari kerja setelah surat klarifikasi diterima.
  • Kepala KPP mengabulkan klarifikasi Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakannya yang menjadi dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak atau menolak klarifikasi Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak belum memenuhi kewajiban perpajakannya yang menjadi dasar penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak.
  • Dalam hal klarifikasi Wajib Pajak dikabulkan, Kepala KPP mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak.
  • Dalam hal jangka waktu telah terlewati dan Kepala KPP belum menentukan untuk mengabulkan atau menolak klarifikasi Wajib Pajak, klarifikasi Wajib Pajak tersebut ditindaklanjuti dengan mengaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak.
  • Dalam hal 5 (lima) hari kerja setelah pengaktifan kembali akses pembuatan Faktur Pajak Wajib Pajak, Wajib Pajak masih memenuhi kriteria penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak, Kepala KPP menonaktifkan kembali akses pembuatan Faktur Pajak.

Komentar Pembaca