Bebas Akses
Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :
Penerimaan Pajak
DJP Kemenkeu mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp.33,73 triliun per Februari 2025. Jumlah tersebut berasal dari pemungutan PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp.26,18 triliun, pajak kripto sebesar Rp.1,39 triliun, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp.3,23 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp.2,94 triliun. Februari 2025 pemerintah telah menunjuk 222 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN. Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 188 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE. DJP juga telah memberikan siaran pers yang menjelaskan pandangan DJP atas kriteria tersebut.
Kemenkeu melaporkan realisasi penerimaan pajak Januari 2025 hanya terkumpul Rp.88,89 triliun atau turun hingga 41,86% dibandingkan realisasi Januari 2024 yang mencapai Rp.152,89 triliun. Jumlah tersebut dirincikan dari PPh Non Migas mencatat realisasi Rp.57,78 triliun atau 5,04% dari target. PPN dan PPnBM terealisasi Rp.24,62 triliun atau 2,60% dari target. PPh Migas mencatat penerimaan Rp.4,27 triliun atau 6,79% dari target. Kinerja penerimaan dari ketiga kelompok pajak tersebut mengalami pelambatan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sementara, realisasi PBB dan pajak lainnya meningkat dari tahun sebelumnya sebagai akibat ketentuan baru terkait deposit pajak, yaitu PBB dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp.2,22 triliun atau 6,37% dari target.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa penerimaan pajak hingga Februari 2025 mencapai Rp.187,8 triliun atau baru mencapai 8,6% dari target. Realisasi tersebut lebih rendah 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terkumpul Rp.269,02 triliun. Terdapat Beberapa alasan penerimaan pajak turun pada Januari dan Februari 2025, yaitu :
1.Ada penurunan dari harga komoditas utama yang meliputi batu bara anjlok 11,8% yoy, minyak 5,2%, dan nikel turun 5,9%.
2. Masalah administrasi yakni di penerapan tarif efektif rata-rata (TER) untuk PPh 21 dan relaksasi PPN dalam negeri.
Selain itu, Kemenkeu menerapkan relaksasi pembayaran PPN dalam negeri selama 10 hari yang dimana kewajiban pembayaran sampai Februari 2025 tersebut direlaksasikan hingga 10 Maret 2025.
Pajak Penghasilan
Kemenkeu mengungkapkan kebijakan terbaru mengenai pemotongan PPh 21 menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) yang menimbulkan kelebihan pemotongan sebesar Rp.16,5 triliun di 2024. Kelebihan tersebut berdampak terhadap penerimaan pajak pada Januari-Februari 2025. Pada Januari-Februari 2025, realisasi penerimaan PPh 21 mencapai Rp.26,3 triliun atau turun 39,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp.43,5 triliun. Apabila PPh 21 yang dipotong menggunakan tarif efektif bulanan pada masa pajak selain masa pajak terakhir ternyata lebih besar jika dibandingkan dengan PPh 21 yang terutang dalam 1 tahun pajak, kelebihan pemotongan tersebut harus dikembalikan oleh pemberi kerja kepada pegawai tetap bersangkutan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Pertambangan Mineral Batu Bara
Pemerintah akan menaikkan tarif royalti atau PNBP di sektor usaha pertambangan mineral dan batu bara dan kini pemerintah tengah merevisi peraturan tersebut. Berdasarkan PP Nomor 26 tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), berikut terdapat 6 (enam) komoditas tambang yang masuk dalam daftar revisi kenaikan tarif royalti, antara lain :
1.Batu Bara
2. Timah
3. Emas
4. Perak
5. Tembaga
6. Nikel
Bea Meterai
Dalam hal pengurusan kependudukan meterai dapat digunakan pada dokumen kependudukan, biasanya yang digunakan adalah meterai tempel. Namun, masih ada meterai palsu yang beredar hal tersebut harus berhati-hati kerena dengan menggunakan meterai palsu merupakan tindak pidana yang merugikan negara dan dokumen yang ditempelkan label tersebut menjadi tidak sah. Berdadarkan informasi dari Dukcapil Jakarta terdapat 7 ciri – ciri meterai palsu yang wajib diwaspadai yaitu sebagai berikut :
Sementara, berdasarkan Pos Indonesia terdapat juga ciri – ciri meterai tempel asli sebagai berikut :
Meterai tempel saat ini bernilai Rp.10.000 dan wajib digunakan pada dokumen yang memiliki nilai tertentu sesuai dengan ketentuan undang-undang dan penggunaan meterai tempel bersifat sah di mata hukum.
Pengumuman DJP mengenai Imbauan Antigratifikasi di Lingkungan DJP Dalam Rangka Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri :
Telah diterbitkan Pengumuman DJP Nomor PENG-21/PJ.09/2025 Tentang Imbauan Antigratifikasi di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Dalam Rangka Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1947 dan Idulfitri 1446 Hijriah. Sehubungan dengan peringatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1947 dan Idulfitri 1446 Hijirah, disampaikan bahwa :
1.Seluruh pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan senantiasa melaksanakan penguatan budaya antikorupsi dan antigratifikasi. Berkat dukungan seluruh pemangku kepentingan serta komitmen kuat seluruh pimpinan dan pegawai, Kementerian Keuangan mempertahankan hasil Survei Penilaian Integritas 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan predikat “Terjaga”, serta menjadi Kementerian dengan nilai survei tertinggi kategori Kementerian Tipe Besar, dengan nilai 83,36 (Kategori Hijau dengan nilai 78-100).
2. DJP mengimbau kepada seluruh Wajib Pajak dan para pemangku kepentingan terkait lainnya, untuk tidak menawarkan dan/atau memberikan uang/barang/hadiah dalam bentuk apa pun, termasuk bingkisan parsel atau hamper, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pegawai DJP.
3. Seluruh layanan administrasi perpajakan yang diberikan oleh DJP tidak dipungut biaya dan merupakan pelaksanaan hak Wajib Pajak. Wajib Pajak tidak perlu memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih atau maksud lainnya kepada pegawai DJP.
4. Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) serta UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pihak pemberi gratifikasi yang memenuhi unsur tindak pidana suap dapat diancam sanksi tindak pidana korupsi sebagai berikut :
a. Pasal 605 ayat (1) KUHP bahwa Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori III (Rp.50.000.000) dan paling banyak kategori V (Rp.500.000.000), setiap Orang yang
1). Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
2). Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
b. Pasal 606 ayat (1) KUHP bahwa Setiap Orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak kategori IV (Rp.200.000.000).
c. Apabila Wajib Pajak mengetahui adanya pelanggaran, segera laporkan melalui saluran pengaduan Kring Pajak 1500200, surat elektronik ke alamat [email protected], atau melalui laman wise.kemenkeu.go.id.