
Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :
- Pajak Rumah Tapak : Risiko Rencana Kenaikan Pajak Rumah Tapak Akan Menambah Beban Masyarakat
- Bea Masuk : Bebaskan Bea Masuk Barang Kiriman Jemaah Haji Hingga Rp. 2,4 Milyar
- Badan Penerimaan Negara : Bocoran Rancangan Struktur Badan Penerimaan Negara di Bawah Presiden Prabowo
- Nomor Identitas Pajak : NIP Gantikan NPWP Mulai Mei 2025 Menuju Administrasi Pajak Digital
- Pajak Internasional : DJP Perkuat Pertukaran Informasi Pajak Internasional dengan PER-10/PJ/2025
- Peraturan Baru :
- PER-7/PJ/2025 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi NPWP, PKP, Objek Pajak PBB serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
- PER-10/PJ/2025 Tentang Pelaksanaan Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional
Pajak Rumah Tapak
Usulan rencana pemerintah untuk menaikkan pajak rumah tapak sebagai upaya mendorong masyarakat beralih ke hunian vertikal seperti apartemen dan rumah susun akan meningkatkan risiko dapat menambah beban masyarakat. Hal tersebut menuai tanggapan dari sejumlah kalangan, salah satunya datang dari Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), yang mengingatkan bahwa pemerintah agar berhati-hati dalam merancang kebijakan beru ini. Karena dalam transaksi jual beli rumah tapak terdapat 3 (tiga) komponen pajak utama yang harus diperhatikan, yaitu :
- PPh Final 2,5% dari harga jual rumah, yang dibayarkan oleh penjual. Meskipun ditanggung penjual, beban ini kerap dialihkan ke pembeli lewat kenaikan harga jual.
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5% dari harga beli rumah, pajak ini dibebankan kepada pembeli sesuai peraturan daerah masing-masing.
- PPN 12% dari harga jual, kecuali jika unit rumah mendapat fasilitas PPN ditanggung pemerintah (DTP). Dalam praktiknya, pembeli tetap menanggung beban sebesar 11% (12% dari 11/12) dari harga jual rumah.
Dalam menyusun kebijakan tersebut, pentingnya bagi pemerintah mempertimbangkan teori ekonomi Kurva Laffer agar kenaikan tarif pajak tidak justru menurunkan penerimaan negara dan menambah beban masyarakat di tengah harga rumah yang sudah tinggi. Juga mengusulkan dialog terbuka untuk menampung berbagai pandangan terkait kebijakan ini.
Bea Masuk
Wakil Menteri Keuangan melaporkan DJBC memberikan fasilitas berupa pembebasan bea masuk terhadap barang kiriman jemaah haji yang mencapai US$149.144 atau setara Rp.2,4 milyar (asumsi kurs Rp.16.260 per dolar AS). Fasilitas tersebut diberikan mengacu pada PMK 4/2025 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman. Jemaah haji mendapatkan pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) barang kiriman untuk dua kali pengiriman per musim haji dengan nilai maksimal US$1.500 atau sekitar Rp.24,39 juta. Secara perinci, dari 1.188 dokumen barang kiriman selama 1 Mei hingga 11 Juni 2025, seluruhnya merupakan barang milik jemaah haji plus dan tidak ada kiriman dari jemaah haji reguler. Sebanyak 1.169 diantaranya mendapatkan fasilitas bea masuk dan PDRI. Sementara sisanya atau 19 dokumen tidak mendapatkan fasilitas karena tidak sesuai dengan ketentuan pembebasan bea masuk dan PDRI.
Badan Penerimaan Negara (BPN)
Mantan Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) membocorkan rancangan struktur Badan Penerimaan Negara (BPN) yang akan dibentuk Presiden Prabowo Subianto. Rancangan struktur tersebut tercantum dalam TKN Prabowo-Gibran saat Pilpres 2024 lalu. Berdasarkan paparan tersebut, BPN akan bertanggung jawab kepada presiden dan dipimpin seorang Menteri Negara/Kepala BPN dan Menteri/Kepala BPN akan didampingi Wakil Kepala Operasi (Waka OPS) dan Wakil Kepala Urusan Dalam (Waka Urdal). Berikut rancangan struktur BPN sebagai berikut :
- Ex Officio Menko Perekonomian.
- Ex Officio Panglima TNI.
- Ex Officio Kapolri.
- Ex Officio Kejaksaan Agung.
- Ex Officio Kepala PPATK.
- Empat orang independent.
- Menteri Negara/Kepala BOPN.
- Wakil Kepala Operasi BOPN dan Wakil Kepala Urusan Dalam BOPN.
- Inspektorat Utama Badan dan Sekretaris Utama Badan.
- Deputi :
- Deputi Perencanaan dan Peraturan Penerimaan.
- Deputi Pengawasan dan Penerimaan Pajak.
- Deputi Pengawasan dan Penerimaan PNBP.
- Deputi Pengawasan Kepabeanan/Custom.
- Deputi Penegakan Hukum.
- Deputi Intelijen.
- Pusat Data Sains dan Informasi.
- Pusat Riset dan Pelatihan Pegawai.
- Kepala Perwakilan Provinsi setingkat eselon 1b.
- Unit vertikal yang dibentuk sesuai kebutuhan.
Nomor Identitas Pajak
DJP menerapkan Nomor Identitas Perpajakan (NIP) sebagai pengganti NPWP dalam sistem Coretax, sesuai Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, yang mulai berlaku 21 Mei 2025. NIP Bisa Berupa NIK sesuai dalam Pasal 7 PER-7/PJ/2025, bahwa NIP diterbitkan oleh DJP berdasarkan permohonan atau secara jabatan. Identitas ini bisa berbentuk:
- Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk.
- Nomor unik 16 digit dari sistem DJP bagi orang pribadi non-penduduk dan badan usaha.
NIP digunakan untuk berbagai aktivitas perpajakan seperti pelaporan, penyetoran, dan pengajuan fasilitas pajak. NIP berlaku untuk :
- Subjek pajak luar negeri pemotong/pemungut pajak.
- Perwakilan negara asing/organisasi internasional.
- Orang pribadi berpenghasilan di bawah PTKP.
- Wanita kawin yang menggabungkan kewajiban pajak dengan suami.
- Anak di bawah umur dalam Data Unit Keluarga (DUK).
- Badan/orang pribadi yang tidak memenuhi syarat subjektif/objektif sesuai PMK 81/2024.
NIK otomatis menjadi NIP bagi penduduk Indonesia jika sudah terverifikasi di sistem DJP dan belum diaktivasi sebagai NPWP, sehingga proses pendaftaran lebih mudah dan administrasi pajak makin luas secara digital. Adapun fungsi NIP yaitu :
- Aktivasi akun pajak.
- Pelaporan dan pembayaran pajak.
- Identifikasi di faktur pajak.
- Pengajuan fasilitas PPN/PPnBM.
- Proses pengembalian/pembebasan pajak.
- Penagihan dan pengawasan pajak.
Pajak Internasional
DJP Kemenkeu akan semakin memperketat langkah dalam membasmi praktik penghindaran pajak berganda dan penggelapan pajak lintas negara serta memperkuat kerangka hukum pertukaran informasi perpajakan internasional dengan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-10/PJ/2025 (PER-10/PJ/2025). Dengan regulasi ini, DJP dapat mengakses data perpajakan dari negara mitra secara lebih efektif, termasuk data akuntansi, perbankan, hingga kepemilikan manfaat yang sering kali disembunyikan oleh oknum wajib pajak. Berdasarkan PER-10/PJ/2025 menetapkan 3 (tiga) bentuk utama pertukaran informasi sebagai berikut :
a. Berdasarkan Permintaan (Exchange on Request)
b. Pertukaran Spontan (Spontaneous Exchange)
c. Pertukaran Otomatis (Automatic Exchange)
PER-10/PJ/2025 juga mencabut empat peraturan sebelumnya, yakni:
a. PER-67/PJ/2009
b. PER-28/PJ/2017
c. PER-24/PJ/2018
d. PER-02/PJ/2022
Aturan terbaru ini menjadi satu-satunya acuan utama dalam pelaksanaan pertukaran informasi perpajakan antarnegara setelah pencabutan peraturan sebelumnya. Dengan diberlakukannya PER-10/PJ/2025, Indonesia menunjukkan komitmen kuat bahwa transparansi data lintas negara merupakan alat krusial untuk menjamin keadilan dan kepatuhan pajak.
Peraturan Baru mengenai Pelaksanaan Administrasi NPWP Kewajiban Perpajakan dan Pertukaran Perjanjian Pajak Internasional :
A. Peraturan Baru mengenai Pelaksanaan Administrasi NPWP Kewajiban Perpajakan :
Telah terbit peraturan baru mengenai Pelaksanaan Administrasi NPWP Kewajiban Perpajakan, berdasarkan PER DJP Nomor PER-7/PJ/2025 (PER-7/PJ/2025) Tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran Untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, yang ditetapkan dan berlaku pada 21 Mei 2025. Berdasarkan PER-7/PJ/2025 dijelaskan bahwa:
- Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
- NPWP berupa:
- Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang telah diaktivasi sebagai NPWP dalam administrasi perpajakan, bagi Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan Penduduk; dan
- nomor dengan format 16 (enam belas) digit yang dihasilkan oleh sistem administrasi DJP sebagai NPWP, bagi Wajib Pajak orang pribadi bukan Penduduk, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah
- NPWP merupakan nomor identitas yang digunakan Wajib Pajak dalam administrasi pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan.
- Terhadap wanita kawin yang tidak dikenai pajak secara terpisah dan anak yang belum dewasa, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan suami sebagai kepala keluarga
- Penggabungan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepanjang wanita kawin dan anak yang belum dewasa telah menjadi bagian dari data unit keluarga untuk kepentingan perpajakan.
- Selain NPWP, DJP menerbitkan nomor identitas perpajakan dalam bentuk NPWP berdasarkan permohonan atau secara jabatan
- Nomor identitas perpajakan berupa :
- NIK, bagi orang pribadi yang merupakan Penduduk; dan
- Nomor dengan format 16 (enam belas) digit yang dihasilkan oleh sistem administrasi DJP, bagi orang pribadi bukan Penduduk dan Badan.
- Nomor identitas perpajakan berupa NIK dapat digunakan secara langsung tanpa harus melalui permohonan atau secara jabatan sepanjang memenuhi ketentuan yang dapat divalidasi sistem administrasi DJP dan belum diaktivasi sebagai NPWP.
- Nomor identitas perpajakan digunakan orang pribadi atau Badan sebagai identitas untuk kepentingan administrasi perpajakan tertentu, yang dapat berupa :
- Pemberian Akun Wajib Pajak;
- Penyetoran dan/atau pelaporan pajak;
- Pencantuman identitas pihak yang dilakukan pemotongan atau pemungutan;
- Pencantuman identitas pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak dalam faktur pajak;
- Permohonan pembebasan PPN atau PPN dan ppnbm;
- Penerbitan surat keterangan bebas PPN atau PPN dan ppnbm;
- Pengembalian atas PPN atau PPN dan ppnbm yang telah dipungut;
- Pembayaran kembali PPN atau PPN dan ppnbm yang sebelumnya mendapatkan fasilitas;
- Penagihan pajak; dan
- Administrasi perpajakan lainnya yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak.
- Dalam hal aktivasi Akun Wajib Pajak tidak dilakukan bersamaan dengan pendaftaran Wajib Pajak, aktivasi Akun Wajib Pajak harus dilakukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau salah satu wakil Wajib Pajak untuk Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, Badan, atau Instansi Pemerintah.
- Kode Otorisasi memiliki masa berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal Kode Otorisasi diterbitkan.
- Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan Kode Otorisasi baru ke DJP dengan alasan sebagai berikut:
- Masa berlaku Kode Otorisasi akan atau telah berakhir;
- Passphrase Kode Otorisasi tidak diketahui atau lupa; atau
- Sebab lain sehingga Wajib Pajak harus meminta Kode Otorisasi baru.
- Kode Otorisasi digunakan untuk melakukan Tanda Tangan Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri mengenai ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan.
- Wajib Pajak harus melaporkan tempat kegiatan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan kepadanya diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha.
- Kepala KPP dapat menetapkan Wajib Pajak Nonaktif, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
- Kepala KPPak dapat mengaktifkan kembali Wajib Pajak Nonaktif berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
- Setiap Wajib Pajak wajib melakukan pendaftaran Objek Pajak pada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 1 (satu) bulan setelah saat terpenuhinya persyaratan subjektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PBB untuk diberikan Surat Keterangan Terdaftar Objek Pajak PBB.
B. Peraturan Baru mengenai Pertukaran Perjanjian Pajak Internasional :
Telah terbit peraturan baru mengenai Pertukaran Perjanjian Pajak Internasional, berdasarkan PER DJP Nomor PER-10/PJ/2025 (PER-10/PJ/2025) Tentang Pelaksanaan Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional, yang ditetapkan dan berlaku pada 22 Mei 2025. Berdasarkan PER-10/PJ/2025 dijelaskan bahwa:
- DJP berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi dengan Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
- Pertukaran Informasi dapat bersifat resiprokal dan dilakukan dalam bentuk Pertukaran Informasi yang meliputi:
- Pertukaran Informasi berdasarkan Permintaan;
- Pertukaran Informasi secara Spontan; dan
- Pertukaran Informasi secara Otomatis.
- Dalam rangka pelaksanaan Pertukaran Informasi DJP dapat melakukan:
- Competent Authority Meetings;
- Tax Examinations Abroad; dan/atau
- Simultaneous Tax Examinations
- Competent Authority Meetings dilaksanakan berdasarkan usulan DJP dan/atau Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, yang dilaksanakan melalui pertemuan langsung atau tidak langsung melalui saluran telepon, konferensi video, atau cara lain yang disepakati oleh Pejabat yang Berwenang di Indonesia dan Pejabat yang Berwenang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
- Setiap Informasi yang dipertukarkan merupakan Informasi yang wajib dijaga kerahasiaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan Perjanjian Internasional.
- Pada saat PER-10/PJ/2025 mulai berlaku, maka :
- PER-67/PJ/2009
- PER-28/PJ/2017
- PER-24/PJ/2018
- PER-02/PJ/2022
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.