Bebas Akses

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :
Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax
DJP resmi memberlakukan aplikasi Coretax sebagai platform utama pelaporan SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2025, termasuk bagi wajib pajak badan dengan tarif PPh final 0,5%. Ketentuan ini tertuang dalam PER-11/PJ/2025, yang menggantikan sistem lama berbasis e-Form. Melalui sistem baru ini, DJP menghadirkan perubahan signifikan dalam proses pelaporan, format lampiran, dan validasi data agar lebih terintegrasi, efisien, dan akurat. Meski demikian, wajib pajak dihimbau mempelajari format serta fitur Coretax agar pelaporan berjalan lancar tanpa kendala. Berikut ini ada 3 (tiga) hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Lampiran 5 Jadi Wajib Diisi di Coretax
Bagi badan usaha dengan peredaran bruto tertentu, laporan mengenai peredaran bruto dan PPh Final 0,5% kini sudah menyatu dalam formulir SPT Tahunan di Coretax.Sesuai Pasal 9 ayat (1) PMK Nomor 164 Tahun 2023, laporan tersebut harus dicantumkan di Lampiran 5, yang terdiri dari:
Lampiran 5 baru bisa diisi setelah wajib pajak menjawab “Ya” pada Induk SPT Bagian C.1a.
2. Cek Kesesuaian Bukti Potong di Sistem
Coretax menampilkan data pemotongan PPh Final 0,5% secara otomatis di Lampiran 3 (fitur prepopulated). Meski begitu, wajib pajak tetap harus memeriksa apakah identitas pemotong dan jumlah potongan sudah benar. Jika ada kesalahan, data bisa diubah, dihapus, atau ditambahkan manual (key-in). Nilainya harus sesuai dengan jumlah PPh final di Lampiran 5 Bagian B.
3. Catat Kelebihan Pajak dengan Benar
Apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak harus mengisi jumlah tersebut di Induk SPT Bagian H angka 21 huruf j. Kelebihan ini dapat diajukan untuk pengembalian (restitusi) sesuai ketentuan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.
DJP menegaskan bahwa penggunaan Coretax merupakan langkah modernisasi administrasi perpajakan untuk membuat pelaporan SPT Badan lebih akurat, transparan, dan terhubung dengan data pajak pihak lain. Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Badan 2025 adalah 30 April 2026, sehingga wajib pajak disarankan mempelajari panduan dan mencoba simulasi pelaporan lebih awal agar terhindar dari kendala teknis.
Pajak Penghasilan 21
DJP menyatakan bahwa akan mengevaluasi skema pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan sistem Tarif Efektif Rata-rata (TER) yang diatur dalam PMK Nomor 168 Tahun 2023. Besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan mengalikan tarif efektif bulanan pada PP 58/2023 dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap dalam satu masa pajak. Skema ini banyak dikeluhkan wajib pajak karena dianggap menimbulkan potongan pajak lebih besar, terutama saat karyawan menerima penghasilan tidak teratur seperti THR dan bonus, serta menyebabkan status lebih bayar. Dalam skema TER, seluruh penghasilan baik teratur maupun tidak teratur dijumlahkan dan dikenai tarif efektif bulanan sesuai status PTKP pegawai. Contohnya, Tuan X seorang pegawai dengan status (TK/0) menerima gaji Rp.8 juta per bulan pada Februari 2025 dan dikenai PPh 21 dengan tarif efektif bulanan kategori A sebesar 1,5%. Pada Maret 2025, mendapat THR sebesar satu kali gaji, sehingga total penghasilannya menjadi Rp.16 juta. Karena itu, tarif efektif PPh 21 naik menjadi 7%. Meski menimbulkan keluhan, DJP memastikan penerapan TER tidak menambah beban pajak. Hal ini dikarenakan tarif TER diterapkan untuk mempermudah penghitungan PPh Pasal 21 masa pajak Januari hingga November dan pada masa pajak Desember pemberi kerja akan melakukan perhitungan ulang total pajak setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17 serta mengkreditkan pajak yang telah dipotong sebelumnya, sehingga jumlah pajak yang ditanggung pegawai tetap seimbang.
Pajak Penghasilan 22
DJP Kemenkeu menegaskan bahwa pemungutan pajak e-commerce akan mulai diberlakukan pada Februari 2026. Hal ini ditetapkan oleh Dirjen Pajak Bimo Wijayanto di Kantor Pusat DJP, setelah sebelumnya Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memutuskan menunda penerapan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% bagi pedagang online. Penundaan tersebut merupakan respons atas masukan pelaku usaha serta mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional yang belum sepenuhnya pulih dan masih menghadapi tantangan daya beli masyarakat. Meski demikian, sistem pemungutan pajak tersebut sebenarnya sudah siap dijalankan, hanya pelaksanaan penunjukan pemungutannya yang belum dilakukan. Kebijakan yang tertuang dalam PMK Nomor 37 Tahun 2025 ini akan diberlakukan secara menyeluruh bagi seluruh pedagang online di platform e-commerce ketika kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah membaik.
Pengemplang Pajak
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggandeng atau bekerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menindak wajib pajak yang tidak patuh, termasuk yang terindikasi memiliki kekayaan tidak sah atau illicit enrichment. Kerja sama lintas lembaga ini bertujuan mengoptimalkan pengembalian kerugian negara, di mana DJP dan lembaga lain dapat menindak wajib pajak yang sama meski melalui kasus hukum berbeda. Meski demikian, DJP tetap mengedepankan pendekatan persuasif bagi wajib pajak yang patuh, sementara tindakan tegas akan diterapkan terhadap yang tidak mematuhi ketentuan perpajakan. DJP juga telah memberikan siaran pers yang menjelaskan pandangan DJP atas kriteria tersebut.
Kemudian, DJP Kemenkeu akan melakukan tindakan tegas bagi para pengemplang pajak setelah baru berhasil mengembalikan Rp.7 triliun dari target Rp.60 triliun uang negara yang hilang akibat pengemplangan. Penindakan ini dilakukan sesuai perundang-undangan, dengan memberi kesempatan bagi pelaku untuk mengembalikan kewajibannya sebelum langkah tegas diambil. Salah satu upaya terakhir yang dapat dilakukan adalah gijzeling atau penyanderaan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (UU PPSP). Pelaksanaan gijzeling dilakukan oleh juru sita pajak. Hingga kini, sekitar 200 pengemplang pajak terlibat dalam kasus tersebut dan memastikan penindakan hanya menyasar pada wajib pajak yang melanggar, sehingga masyarakat yang taat pajak tidak perlu khawatir.
Perdagangan Internasional
Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali memicu perang dagang global dengan memberlakukan tarif impor baru untuk produk kayu dan turunannya mulai 14 Oktober 2025. Kebijakan ini menetapkan tarif dibagi dalam tiga kategori, yaitu :
Meski bersifat global, beberapa negara seperti Inggris, Uni Eropa, dan Jepang mendapat keringanan karena perjanjian dagang khusus. Langkah proteksionis ini menuai protes luas dan bahkan digugat ke Mahkamah Agung AS, dengan sidang dijadwalkan 5 November 2025 mendatang. Trump berdalih tarif tersebut penting untuk menjaga keamanan nasional karena kayu berperan vital dalam sektor konstruksi dan militer. Kebijakan ini menambah daftar tarif tinggi lainnya bahwa pada 1 Oktober lalu, Trump juga mengumumkan seperti 100% untuk produk farmasi dan 25% untuk truk besar, yang diperkirakan akan mengguncang rantai pasok global dan memicu aksi balasan dari mitra dagang utama AS.