Bebas Akses

Weekly Tax Summary – 10 Mar 2025

Oleh Siti
10 March 2025 09:00:00 WIB - 19 menit baca

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :   

  1. Penerimaan Pajak : Penerimaan Pajak Januari 2025 di Beberapa Wilayah Alami Penurunan
  2. Surat Pemberitahuan (SPT) :
  • Pelaporan SPT Tahunan Pajak 2024 Telah Mencapai 6,03 Juta Wajib Pajak
  • Perbedaan Cara Lapor SPT Tahunan Suami Istri Digabung atau Dipisah
  1. Core Tax Administration System : DJP Terus Lakukan Perbaikan Terhadap Sistem Coretax
  2. Sistem Pajak : DKI Jakarta Terapkan Sistem E-TRAPT Pajak Digitalisasi Beserta Manfaatnya
  3. PPN DTP : Insentif PPN DTP 6% Pada Tiket Pesawat Berlaku 1 Maret – 7 April 2025
  4. Bea Meterai : Jenis – Jenis Bea Meterai Digunakan di Indonesia
  5. Pengumuman DJP Tentang Kebijakan Pelayanan Selama Bulan Ramadan 1446 H dan Batas Akhir Penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2024
  6. Peraturan Baru :
  • PMK 16/2025 Tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2025
  • PMK 17/2025 Tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
  • PMK 18/2025 Tentang PPN atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri Kelas Ekonomi yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025

Penerimaan Pajak

Beberapa Kantor Wilayah (Kanwil) DJP telah melaporkan realisasi penerimaan pajak masing – masing periode Januari 2025. DJP Kemenkeu dalam penerimaan pajak di beberapa kanwil mengalami kontraksi signifikan diantaranya yaitu :

1.Kanwil DJP Papua, Papua Barat, dan Maluku mencatat realisasi penerimaan pajak bulan Januari 2025 sebesar Rp 485,59 milyar. Realisasi penerimaan pajak tersebut mengalami kontraksi sebesar 41,27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).

2. Penerimaan pajak di Jawa Timur mencapai Rp 19,05 triliun, atau mengalami kontraksi 2,70% yoy.

3. Kanwil DJP Lampung mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp.377,08 milyar dan Realisasi tersebut mengalami kontraksi 21,42% yoy.

belum diketahui penyebab menurunnya penerimaan pajak Januari ini. Sebab, belum sepenuhnya kanwil melaporkan realisasi penerimaan pajaknya. Akan tetapi, penerimaan pajak awal tahun ini berpotensi turun salah satunya disebabkan kendala teknis dalam implementasi sistem pajak baru Coretax yang menimbulkan berbagai hambatan, serta kesulitan dalam mengakses fitur-fitur utama Coretax, termasuk pembuatan faktur pajak.

Surat Pemberitahuan (SPT)

DJP melaporkan jumlah pelapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak 2024 telah mencapai 6,03 juta wajib pajak hingga 3 Maret 2025. jumlah pelaporan SPT Tahunan 2024 untuk orang pribadi, yang dilaporkan sampai batas waktu akhir Maret 2025 telah mencapai 5,85 juta orang dan untuk wajib pajak badan yang batas waktu pelaporannya sampai April 2025 telah mencapai 184 ribu. DJP mengungkapkan pengisian SPT PPh Tahun 2024 masih akan menggunakan sistem lama melalui DJP Online pada website https://djponline.pajak.go.id/ dan Wajib pajak bisa menggunakan fitur e-Form maupun e-Filling. Adapun perbedaan formulir yakni formulir 1770 diperuntukkan untuk Wajib Pajak yang berpenghasilan di bawah Rp.60 juta/tahun, sedangkan untuk yang berpenghasilan di atas Rp.60 juta/tahun menggunakan formulir 1770 S.

Surat Pemberitahuan (SPT) Suami – Istri

Wajib Pajak harus melaporkan SPT Tahunan setiap tahunnya. Untuk tahun 2024, batas akhir SPT Tahunan orang pribadi pada 31 Maret 2025. Bagi pasangan suami istri, dapat memilih untuk menggabungkan atau melaporkan pajak tahunannya sendiri. Dalam formulir induk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi, terdapat kolom status kewajiban perpajakan suami-isteri dengan pilihan kolom "KK = kepala keluarga", "HB = Hidup Berpisah", "PH = Pisah Harta", "MT = Memilih Terpisah" yang wajib diisi pada laman Pajak.go.id. Adapun perbedaannya dalam Lapor SPT Suami-Istri yaitu :

  1. Status KK memiliki NPWP yang sama dan atas kewajiban pelaporan SPT Tahunannya hanya dilakukan oleh wajib pajak yang berstatus sebagai kepala keluarga atau sang suami. Meskipun istri bekerja, NPWP yang digunakan oleh istri akan sama dengan NPWP yang digunakan oleh suami dan istri tidak perlu lagi untuk melaporkan SPT Tahunannya sendiri. Status KK ini juga berlaku bagi wajib pajak yang belum menikah.
  2. Status HB merupakan status yang digunakan dalam keadaan suami dan istri hidup secara berpisah berdasarkan putusan hakim atau telah bercerai. Dalam status ini, penghitungan dan pelaporan SPT Tahunannya dilakukan secara masing-masing.
  3. Status PH (pisah harta) yang dipilih apabila dalam perkawinan suami dan istri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis. Status ini akan membuat istri memiliki NPWP sendiri yang berbeda dari NPWP suaminya. Pelaporan SPT Tahunannya harus dilakukan masing-masing. Namun, PPh terutang dihitung berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami dan istri yang kemudian dihitung secara proporsional sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
  4. Status MT (Memilih Terpisah) disandang apabila istri menyampaikan surat pernyataan menghendaki menjalankan kewajiban perpajakan secara terpisah. Status ini akan membuat istri memiliki NPWP sendiri yang berbeda dengan suaminya tanpa membuat perjanjian pisah harta serta atas pelaporan SPT Tahunannya dilakukan masing-masing seperti pada status PH.

Core Tax Administration System

DJP Kemenkeu terus melakukan perbaikan terhadap sistem inti administrasi perpajakan atau coretax Salah satunya pembaruan pada Converter format XML dengan versi terbaru, yaitu versi 1.5. Berikut ini beberapa peningkatan dan perbaikan yang tersedia dalam versi terbaru ini (versi 1.5) :

  • Perbaikan format tanggal pada retur masukan untuk memastikan kompatibilitas dan keakuratan data.
  • Penambahan Parameter Baru yakni menyediakan parameter tambahan dalam Faktur Pajak Keluaran guna mengakomodasi proses impor XML terhadap transaksi dengan kode 07 yang memiliki keterangan tambahan 02.
  • Pembaruan Template Excel dengan mengubah format template Excel pada Faktur Pajak Keluaran sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan impor XML, khususnya untuk transaksi dengan kode 07 yang memiliki keterangan tambahan 02.
  • Perbaikan CustomRefDoc dengan penyempurnaan dalam pengisian kolom geser di bagian CustomRefDoc untuk memastikan data dapat diinput dengan lebih akurat dan efisien.

Wajib pajak yang menggunakan sistem XML untuk pelaporan pajaknya dapat mengunduh pembaruan Converter XML versi 1.5 melalui https://pajak.go.id/id/reformdjp/coretax.

Sistem Pajak di DKI Jakarta

DKI Jakarta terus berupaya memperkuat sistem perpajakan yang lebih modern dan efisien melalui digitalisasi. Salah satunya dengan menerapkan sistem E-TRAPT (Electronic Transaction Perporation Agent) yang merupakan sebuah platform pengumpulan data transaksi yang mempercepat dan meningkatkan akurasi pelaporan pajak bagi Wajib Pajak di DKI Jakarta. Cara kerja sistem ini dengan menangkap data transaksi yang telah diberikan akses, lalu mengirimkan informasi tersebut ke Bapenda. Berdasarkan data yang terkumpul, sistem akan memberikan jumlah pajak terutang yang harus disetorkan melalui portal pajak online (pajakonline.jakarta.go.id). Penggunaan E-TRAPT juga menyederhanakan proses pelaporan pajak. Sehingga, Wajib Pajak tidak perlu lagi mengirimkan rincian transaksi secara manual, cukup mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) secara digital. Penerapan E-TRAPT juga memberikan keuntungan yaitu :

a. Kemudahan pembayaran dan pelaporan pajak, tanpa proses manual yang kompleks.

b. Efisiensi dan transparansi dalam pencatatan transaksi.

c. Insentif khusus bagi Wajib Pajak yang menggunakan sistem ini sebagai bentuk apresiasi dari Pemprov DKI Jakarta.

PPN DTP

Pemerintah resmi memberikan insentif PPN untuk tiket pesawat kelas ekonomi domestik dengan menanggung 6% dari total tarif pajak. Hal ini sesuai dalam PMK 18/2025. PMK ini berlaku untuk pembelian tiket tanggal 1 Maret 2025 hingga 7 April 2025, dengan jadwal penerbangan antara 24 Maret 2025 hingga 7 April 2025. Dengan adanya PMK 18/2025 ini, penumpang hanya perlu membayar PPN sebesar 5%, sementara 6% sisanya ditanggung oleh pemerintah. Insentif ini diperkirakan akan menurunkan harga tiket pesawat ekonomi domestik sebesar 13% - 14%. DJP juga telah memberikan siaran pers yang menjelaskan pandangan DJP atas kriteria tersebut.

Bea Meterai

Menurut DJP Kemenkeu, meterai digunakan sebagai pembayaran pajak atas dokumen. Indonesia memiliki beberapa jenis meterai dengan tampilan dan ketentuan yang berbeda. Berdasarkan PMK Nomor 78 Tahun 2024, terdapat tiga jenis meterai yang dipakai di Indonesia yaitu :

1.Meterai Tempel, yang memiliki ciri umum dan khusus dengan desain meterai tempel bersifat tetap.

a. Ketentuan Pembubuhan Meterai Tempel:

  • Meterai tempel direkatkan dengan utuh dan tidak rusak di tempat tanda tangan akan dibubuhkan.
  • Tanda tangan dibubuhkan sebagian di atas kertas dan sebagian di atas meterai tempel, disertai pencantuman tanggal, bulan, dan tahun penandatanganan.

b. Dinyatakan sah, apabila :

  • Menggunakan meterai tempel yang sah dan berlaku, serta belum dipakai.
  • Meterai tempel diperuntukan bagi dokumen fisik atau cetak.
  • Memenuhi ketentuan pembubuhan meterai tempel yang diatur dalam PMK 78 Tahun 2004.
  • Meterai tempel yang dibubuhkan pada dokumen memiliki ciri umum dan ciri khusus yang diatur dalam PMK 78 Tahun 2024.

2. Meterai Elektronik, yang memiliki kode unik dan keterangan tertentu dengan desain meterai elektronik bersifat tetap. Dinyatakan sah, apabila :

  • Pembubuhannya dilakukan melalui Sistem Meterai Elektronik.
  • Meterai elektronik dibubuhkan pada dokumen elektronik.
  • Meterai elektronik yang dibubuhkan pada dokumen memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang diatur dalam PMK 78 Tahun 2024.

3. Meterai Dalam Bentuk Lain yang terdiri dari :

A. Meterai Teraan,

-Unsur yang terdiri dari

  • Warna teraan merah
  • Logo Kementerian Keuangan
  • Tulisan "Direktorat Jenderal Pajak"
  • Logo dan/atau tulisan nama WP
  • Tulisan "METERAI TERAAN"
  • Angka yang menunjukkan tarif
  • Tanggal, bulan, dan tahun pembubuhan
  • Nomor mesin
  • Kode unik

-Pembuat meterai wajib melakukan deposit, serta pembubuhan meterai mengurangi saldo deposit sebesar nilai nominal meterai yang dibubuhkan.

-Pembubuhan dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah memiliki izin. Untuk memperoleh izin, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan izin kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar yang pemberian izin dilaksanakan oleh Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.

-Dinyatakan sah apabila :

  • Pembubuhan dilakukan oleh WP yang telah memperoleh izin.
  • Meterai yang dibubuhkan pada dokumen memenuhi unsur di atas.
  • Saldo deposit mencukupi untuk melakukan pembubuhan.

B. Meterai Komputerisasi

-Unsur:

  • Tulisan "METERAI KOMPUTERISASI"
  • Angka yang menunjukkan tarif bea meterai
  • Tanggal, bulan, dan tahun pembubuhan.

-Pembuat meterai wajib melakukan deposit, serta pembubuhan meterai mengurangi saldo deposit sebesar nilai nominal meterai yang dibubuhkan.

-Pembubuhan dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah memiliki izin Untuk memperoleh izin, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan izin kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar yang pemberian izin dilaksanakan oleh Kepala KPP tempat WP terdaftar.

-Dinyatakan sah apabila :

  • Pembubuhan dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh izin
  • Meterai yang dibubuhkan pada dokumen memenuhi unsur di atas
  • Saldo deposit mencukupi untuk melakukan pembubuhan.

C. Meterai Percetakan

-Unsur :

  • Tulisan ‘’METERAI PERCETAKAN”
  • Logo Kementerian Keuangan
  • Angka yang menunjukan tarif bea meterai
  • Nama Wajib Pajak pemilik izin.

-Pembubuhan dilakukan berdasarkan permintaan, pemungut tanpa deposit serta pemungut wajib melakukan penyetoran dan pelaporan.

-Pembubuhan dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah memiliki izin Untuk memperoleh izin, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan izin kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar yang pemberian izin dilaksanakan oleh Kepala KPP tempat WP terdaftar.

-Dinyatakan sah apabila :

  • Pembubuhan dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh izin.
  • Meterai yang dibubuhkan pada dokumen memenuhi unsur di atas.
  • Pembubuhan dilakukan berdasarkan permintaan Pemungut Bea Meterai.
  • Pemungut telah menyetorkan bea meterai ke kas negara dan telah melaporkan pemungutan dan penyetoran dalam SPT Masa Bea Meterai.

D. Meterai Teraan Digital

-Unsur :

  • Warna teraan merah berpendar
  • Tulisan "METERAI TERAAN DIGITAL"
  • Logo Kementerian Keuangan
  • Angka dan tulisan yang menunjukkan tarif
  • Kode khusus yang dapat dibaca dengan menggunakan aplikasi pemindai.

-Pembubuhan dilakukan oleh pemungut pemungut tanpa deposit serta pemungut wajib melakukan penyetoran dan pelaporan.

-Izin diberikan secara otomatis kepada Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai pemungut bea meterai.

-Dinyatakan sah apabila :

  • Pembubuhan dilakukan oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh izin.
  • Meterai yang dibubuhkan pada dokumen memenuhi unsur di atas.
  • Pembubuhan dilakukan oleh Pemungut Bea Meterai melalui Sistem Meterai Teraan Digital.
  • Pemungut telah menyetorkan bea meterai ke kas negara dan telah melaporkan pemungutan dan penyetoran dalam SPT Masa Bea Meterai.

 

Pengumuman DJP mengenai Batas Akhir Penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2024 :

Telah diterbitkan Pengumuman mengenai Batas Akhir Penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2024.  Dalam rangka optimalisasi pemberian layanan kepada wajib pajak, khususnya terkait penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi selama bulan Ramadan 1446 Hijriah, disampaikan bahwa :

1.Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) huruf b UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi adalah paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan periode tahun buku Januari s.d. Desember, batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2024 adalah tanggal 31 Maret 2025.

2. Berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasitentang hari Libur Nasional dan Cuti bersama Tahun 2025, terdapat hari libur nasional dan cuti bersama yang bertepatan dengan periode batasakhir penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun Pajak 2024, yaitu:

a. 28 Maret 2025: cuti bersama Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947);

b. 29 Maret 2025: Hari Suci Nyepi (Tahun Baru Saka 1947); dan

c. 31 Maret s.d. 1 April 2025: Idul Fitri 1446 Hijriah.

3. Berkenaan dengan cuti bersama dan hari libur nasional, penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi tetap dapat dilaksanakan melalui saluran elektronik (e-Filing pada laman DJP Online https://djponline.pajak.go.id).

4. Sehubungan dengan Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-2/MK.1/2025 tentang Jam Kerja selama Bulan Ramadan 1446 Hijriah dan Hari Libur Nasional serta Cuti Bersama Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah di Lingkungan Kementerian Keuangan, jam layanan selama bulan Ramadan 1446 Hijriah dimulai pukul 08.00 s.d. 15.00 WIB.

5. Untuk optimalisasi penerimaan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi, setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan,dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dapat menerapkan jam layanan tambahan dan membuka layanan pajak di luar kantor pada bulan Ramadan 1446 Hijriah sesuai dengan kebijakan unit kerja masing-masing.

6. Informasi mengenai jam layanan tambahan dan layanan pajak di luar kantor dapat diakses melalui pengumuman, akun media sosial resmi, dan/atau kanal komunikasi resmi lainnya masing-masing unit kerja Direktorat Jenderal Pajak yang tersedia.

7. Adapun daftar alamat resmi unit kerja DJP dapat diakses pada tautan https://www.pajak.go.id/daftar-unit-kerja.

Peraturan Baru mengenai Dana Hasil Cukai Tembakau, Penyidikan Tindak Pidana Pajak, dan PPN DTP Penyerahan Jasa Angkut Udara Ekonomi :

A. Peraturan Baru mengenai Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau :

Telah terbit peraturan baru mengenai Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau, berdasarkan PMK Nomor 16 Tahun 2025 (PMK 16/2025) Tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2025, yang ditetapkan pada 14 Februari 2025 dan berlaku 20 Februari 2025. Berdasarkan PMK 16/2025 dijelaskan bahwa :

  • Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disingkat DBH CHT adalah dana bagi hasil pajak yang berasal dari penerimaan cukai hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri.
  • Menteri menetapkan rincian DBH CHT tahun anggaran 2025 sebesar Rp.6.398.997.369.000,00 (enam triliun tiga ratus sembilan puluh delapan miliar sembilan ratus sembilan puluh tujuh juta tiga ratus enam puluh sembilan ribu rupiah) menurut daerah provinsi/kabupaten/kota.
  • Rincian DBH CHT tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
  • Pada saat PMK ini mulai berlaku, PMK Nomor 6 Tahun 2024 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2024, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.​​​​​​​

B. Peraturan Baru mengenai Penyidikan Tindak Pidana Pajak :

Telah terbit peraturan baru mengenai Penyidikan Tindak Pidana Pajak, berdasarkan PMK Nomor 17 Tahun 2025 (PMK 17/2025) Tentang Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan, yang ditetapkan pada 19 Februari 2025 dan berlaku 25 Februari 2025. Berdasarkan PMK 17/2025 dijelaskan bahwa :

  • Penyidikan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik dan penyidikan dilakukan dengan dasar Surat Perintah Penyidikan.
  • Surat Perintah Penyidikan dibuat berdasarkan Laporan Kejadian.
  • Laporan Kejadian berasal dari kegiatan Pemeriksaan Bukti Permulaan yang diatur dalam Pasal 43A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), penanganan Tindak Pidana yang diketahui seketika, atau pengembangan Penyidikan.
  • Penyidikan dilakukan dengan kegiatan yang terdiri atas:
  1. Pemanggilan;
  2. Pemeriksaan;
  3. Penangkapan;
  4. Penahanan;
  5. penggeledahan;
  6. Pemblokiran dan/atau Penyitaan;
  7. penanganan Data Elektronik;
  8. Pencegahan;
  9. penetapan Tersangka;
  10. Pemberkasan;
  11. penyerahan berkas perkara;
  12. penyerahan tanggung jawab atas Tersangka dan barang bukti; dan/atau
  13. penghentian Penyidikan.
  • Surat Perintah Penyidikan menjadi dasar diterbitkannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, yang ditandatangani oleh Kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum selaku Penyidik atau Penyidik yang ditunjuk oleh Kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum dalam hal Kepala Unit Pelaksana Penegakan Hukum bukan Penyidik.
  • Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan.
  • Kegiatan Penyidikan terdiri dari :
  1. Pemanggilan,
  2. Pemeriksaan,
  3. Penangkapan dan/atau Penahanan,
  4. Penggeledahan,
  5. Pemblokiran dan/atau Penyitaan,
  6. Penanganan Data Elektronik,
  7. Pencegahan
  8. Penetapan Tersangka,
  9. Pemberkasan, Penyerahan Berkas Perkara, dan Penyerahan Tanggung Jawab atas Tersangka dan Barang Bukti
  10. Penghentian Penyidikan
  • Pemanggilan dan pemeriksaan dilakukan terhadap saksi, ahli dan/atau tersangka.
  • Surat panggilan harus diterima oleh Saksi atau Tersangka yang dipanggil paling lambat 3 (tiga) hari sebelum tanggal Pemeriksaan yang ditentukan dalam surat panggilan.
  • Dalam Pemeriksaan, Tersangka memiliki hak:

1.Diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu Pemeriksaan dimulai;

2. Memberikan keterangan secara bebas kepada Penyidik;

3. Mendapat bantuan juru bahasa;

4. Mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu Pemeriksaan;

5. Mengajukan Saksi dan/atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya;

6. Mengajukan permohonan penghentian Penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 44B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;

7. Meminta turunan dari berita acara Pemeriksaan kepada Penyidik; dan

8. Atas hak-hak lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana

  • Setelah dilakukan Penangkapan, Penyidik melakukan Pemeriksaan untuk menentukan perlu atau tidaknya dilakukan Penahanan.
  • Penahanan dapat dilakukan terhadap Tersangka sepanjang telah diperiksa sebagai Tersangka dan dengan pertimbangan bahwa Tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi Tindak Pidana.
  • Penggeledahan dilakukan oleh Penyidik dan dilengkapi dengan surat perintah penggeledahan dan surat izin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat.
  • Pemblokiran dapat dilakukan oleh Penyidik untuk kepentingan pembuktian atau jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
  • Penyitaan dilakukan terhadap barang bukti Tindak Pidana diatur dalam Pasal 44 ayat (2) huruf e UU KUP dan/atau Harta Kekayaan Tersangka diatur dalam Pasal 44 ayat (2) huruf j UU KUP.
  • Penanganan Data Elektronik dapat dilakukan oleh Penyidik atau Penyidik bersama-sama dengan tenaga ahli, untuk memperoleh atau mengamankan barang bukti dalam Penyidikan.
  • Pencegahan dilakukan untuk kepentingan Penyidikan berdasarkan keputusan Pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri.
  • Untuk kepentingan Penyidikan, Menteri dapat menerbitkan keputusan perpanjangan masa Pencegahan sebelum jangka waktu Pencegahan berakhir.
  • Dalam keadaan mendesak, Menteri dapat menerbitkan surat permintaan Pencegahan.
  • Menteri harus menyampaikan keputusan Pencegahan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang imigrasi dan pemasyarakatan paling lama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak surat permintaan Pencegahan disampaikan.
  • Pencegahan berakhir karena:

a. jangka waktu Pencegahan yang ditetapkan telah habis;

b. dicabut berdasarkan keputusan tertulis oleh Menteri atau pejabat yang berwenang menetapkan Pencegahan;

c. dicabut oleh pejabat yang menetapkan Pencegahan berdasarkan putusan pengadilan tata usaha negara yang berkekuatan hukum tetap; atau

d. berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bebas atas perkara yang menjadi alasan Pencegahan

  • Penetapan Tersangka dilakukan dengan ketentuan didasarkan pada paling sedikit 2 (dua) alat bukti dan telah dilakukan Pemeriksaan sebagai Saksi.
  • Penetapan Tersangka harus disampaikan melalui pemberitahuan penetapan Tersangka paling lama 7 (tujuh) hari setelah penetapan Tersangka.
  • Pemberkasan dilakukan oleh Penyidik dengan menyusun berita acara pendapat (resume) yang merupakan ikhtisar dan kesimpulan hasil Penyidikan.
  • Penghentian Penyidikan dilakukan oleh Penyidik dalam hal Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang diatur Pasal 8 ayat (3) UU KUP, tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut bukan merupakan Tindak Pidana, atau demi hukum.
  • Wajib Pajak atau Tersangka yang dapat mengajukan permohonan penghentian Penyidikan yaitu:

a. Wajib Pajak atau Tersangka orang pribadi yang melakukan Tindak Pidana;

b. wakil Wajib Pajak Badan atau wakil Tersangka Badan yang melakukan Tindak Pidana; atau

c. pihak lain yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan Tindak Pidana

  • Permohonan penghentian Penyidikan dibuat dengan ketentuan:

a. dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia;

b. memuat pernyataan pengakuan bersalah;

c. memuat pernyataan telah melakukan pelunasan sebagaimana diatur dalam Pasal 44B ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan

d. ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tidak boleh dikuasakan.

  • Penghentian Penyidikan hanya dilakukan setelah Wajib Pajak atau Tersangka melakukan pelunasan berupa :

1.Kerugian pada pendapatan negara sesuai Pasal 38 UU KUP ditambah sanksi administratif berupa denda sebesar 1 (satu) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara,

2. Kerugian pada pendapatan negara sesuai Pasal 39 UU KUP ditambah sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara, dan/atau

3. Jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak sesuai Pasal 39A UU KUP ditambah sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak tersebut.

  • Untuk mengetahui jumlah yang harus dilunasi, Wajib Pajak atau Tersangka harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada DJP.
  • Berdasarkan permintaan, Direktur Jenderal Pajak memberikan tanggapan secara tertulis paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak permintaan diterima.
  • Dalam hal Tindak Pidana dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) Wajib Pajak atau Tersangka, jumlah yang harus dilunasi dihitung sesuai dengan proporsi yang menjadi beban masing-masing Wajib Pajak atau Tersangka.
  • Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian atas permohonan penghentian Penyidikan.
  • Berdasarkan permintaan Menteri, Jaksa Agung memberikan keputusan atas permintaan penghentian Penyidikan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
  • Dalam hal tanggung jawab atas Tersangka dan barang bukti telah diserahkan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum, Tersangka dapat melakukan pelunasan.
  • Penanganan Penyidikan di luar yurisdiksi Indonesia atau lintas batas negara dilakukan dengan menggunakan permintaan bantuan timbal balik dalam masalah pidana dengan memperhatikan perjanjian, ketentuan, dan/atau konvensi internasional serta ratifikasinya.
  • Tata cara terkait penyampaian permohonan dan dokumen oleh Wajib Pajak atau Tersangka; dan penerbitan serta pengiriman keputusan dan dokumen yang dilaksanakan oleh DJP, dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan.​​​​​​​​​​​​​​

C. Peraturan Baru mengenai PPN DTP Penyerahan Jasa Angkut Udara Ekonomi :

Telah terbit peraturan baru mengenai PPN DTP Penyerahan Jasa Angkut Udara Ekonomi, berdasarkan PMK Nomor 18 Tahun 2025 (PMK 18/2025) Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi Yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025, yang ditetapkan pada 27 Februari 2025 dan berlaku 01 Maret 2025. Berdasarkan PMK 18/2025 dijelaskan bahwa :

  • Atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi terutang PPN.
  • Penghitungan PPN yang terutang sesuai penghitungan dalam PMK Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan PPN atas Impor BKP, Penyerahan BKP, Penyerahan JKP, Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean
  • PPN yang terutang atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi ditanggung oleh penerima jasa sebesar 5% (lima persen) dari Penggantian.
  • PPN yang terutang atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi ditanggung Pemerintah untuk tahun anggaran 2025 sebesar 6% (enam persen) dari Penggantian.
  • Penggantian meliputi tarif dasar (base fare), fuel surcharge, dan biaya-biaya lain yang dibayar oleh penerima jasa yang merupakan objek PPN dan merupakan jasa yang diberikan oleh Badan Usaha Angkutan Udara.
  • Contoh penghitungan PPN tercantum dalam Lampiran PMK ini.
  • PPN yang terutang ditanggung Pemerintah diberikan kepada penerima jasa:

a. Untuk periode pembelian Tiket yang dilakukan sejak PMK ini mulai berlaku s.d. tanggal 7 April 2025; dan

b. Untuk periode penerbangan yang dilakukan sejak tanggal 24 Maret 2025 s.d. tanggal 7 April 2025.

  • Badan Usaha Angkutan Udara selaku Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi wajib membuat Faktur Pajak atau Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN.
  • Daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi memuat:

a. nama, alamat, dan nomor pokok wajib pajak Badan Usaha Angkutan Udara;

b. bulan penerbitan Tiket oleh Badan Usaha Angkutan Udara;

c. booking reference Tiket;

d. tanggal pembelian Tiket oleh penerima jasa;

e. tanggal penerbangan oleh penerima jasa;

f. dasar pengenaan pajak yaitu nilai Penggantian yang tertera pada Tiket;

g. PPN terutang;

h. PPN terutang yang dipungut kepada penerima jasa; dan

i. PPN terutang yang ditanggung Pemerintah.

  • Contoh format daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
  • PPN yang terutang atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak ditanggung Pemerintah dalam hal:

1.Jasa yang diserahkan di luar periode pembelian Tiket dan periode penerbangan.

2. Tidak melakukan penerbangan dengan kelas ekonomi; atau

3. Pengusaha Kena Pajak menyampaikan daftar rincian transaksi PPN ditanggung Pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi tidak sesuai dengan batas waktu.

Komentar Pembaca