Bebas Akses

Weekly Tax Summary - 06 Okt 2025

Oleh Siti
06 October 2025 09:00:00 WIB - 5 menit baca

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :   

  1. Penagihan Pajak : Pemerintah Sudah Kantongi Rp.5,1 Triliun Dari 84 Penunggak Pajak Besar
  2. PPh 22 : Penerapan PPh Pasal 22 Bagi Pedagang Online Ecommerce Ditunda
  3. Perjanjian Integrasi Data :  DJP-BKPM Tandatangani Perjanjian Integrasi Data Pajak dan Investasi
  4. Restitusi Pajak : Restitusi Pajak 2025 Melonjak Capai Rp.456 Triliun Tantangan Baru Bagi Penerimaan Negara
  5. Pajak Daerah :
  • Pergub DKI Jakarta 27/2025 Sederhanakan Fasilitas Pajak Daerah
  • Mulai 2025, BBNKB Dihapus Balik Nama Kendaraan Bekas Jadi Lebih Murah dan Mudah

Penagihan Pajak

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan upaya pemerintah menagih pajak macet dari para pengusaha besar mulai menunjukkan hasil, dengan 84 wajib pajak besar telah membayar atau mencicil kewajibannya senilai Rp.5,1 triliun hingga September 2025. Pemerintah masih memburu sisa tunggakan senilai Rp.50–Rp.60 triliun dari total 200 wajib pajak besar yang telah berkekuatan hukum tetap, yang potensial menjadi sumber tambahan penerimaan negara di tengah meningkatnya kebutuhan belanja. Meski langkah ini mendapat apresiasi, para ekonom mengingatkan pentingnya strategi penagihan yang adil, transparan, dan tidak tebang pilih agar tidak merusak kepercayaan investor. Kini, tantangannya adalah membuktikan bahwa capaian awal tersebut dapat berkembang menjadi penyelesaian penuh seluruh tagihan hingga akhir tahun.

PPh Pasal 22

Menkeu Purbaya Yudhi memutuskan menunda penerapan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% bagi pedagang online di e-commerce sebagai langkah strategis menghadapi pemulihan ekonomi sekaligus mendukung pelaku usaha kecil. Keputusan ini, yang mendapat apresiasi dari Ketua Komisi XI DPR RI bahwa kebijakan pajak digital tidak hanya soal memperluas penerimaan negara, tetapi juga membangun sistem perpajakan modern, memperkuat data fiskal, dan menciptakan keadilan antara usaha offline dan online. Meski sistem pemungutannya telah siap, implementasi yang diatur dalam PMK Nomor 37 Tahun 2025 baru akan diberlakukan ketika daya beli masyarakat membaik, menyusul banyaknya penolakan atas pungutan tersebut tahun ini.

Perjanjian Integrasi Data

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi atau BKPM menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) mengenai integrasi data sebagai bagian dari pengembangan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax DJP), yang menghubungkan data BKPM dengan data dari berbagai instansi untuk mempercepat transformasi layanan menjadi berbasis web service. Melalui kerja sama ini, adapun layanan-layanan yaitu Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP), Surat Keterangan Fiskal (SKF), serta permohonan dan pelaporan fasilitas fiskal yang kini lebih efisien dan transparan seperti tax holiday, tax allowance, investment allowance, dan Skema Tarif Dasar (STD) Vokasi. DJP menyebut integrasi ini tidak hanya memperkuat iklim investasi dan kepatuhan pajak, tetapi juga berkontribusi nyata pada pertumbuhan ekonomi, tercermin dari peningkatan signifikan data fasilitas bea masuk sepanjang 2024–2025. Dukungan penuh juga diberikan BKPM yang menilai sinergi ini akan semakin memperkuat pertukaran informasi dan mendorong investasi nasional. DJP juga telah memberikan siaran pers yang menjelaskan pandangan DJP atas kriteria tersebut.

Restitusi Pajak

Lonjakan restitusi pajak sepanjang 2025 menjadi faktor utama tertekannya penerimaan negara, dipicu oleh aturan baru seperti PER-16/PJ/2025 dan penyederhanaan mekanisme bagi wajib pajak berisiko rendah. Dengan rata-rata restitusi Rp.38,04 triliun per bulan, totalnya berpotensi menembus Rp.456,45 triliun hingga akhir tahun 2025, naik 40,3% dari tahun sebelumnya. Meski berdampak signifikan, potensi tekanan ini dapat ditekan melalui peningkatan setoran bruto atau efisiensi belanja negara. IEF Research Institute menyarankan DJP melakukan pencairan parsial untuk klaim besar sambil menunggu verifikasi, serta meninjau ulang ketentuan agar tidak membuka celah arbitrase, misalnya dengan menambahkan bukti keabsahan transaksi.

Pajak Daerah

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menerbitkan Pergub Nomor 27 Tahun 2025 yang menyederhanakan dan menyatukan aturan pemberian keringanan, pengurangan, hingga pembebasan pajak daerah serta sanksi administrasi dalam satu pedoman yang lebih transparan dan mudah dipahami. Aturan baru ini mencakup berbagai fasilitas perpajakan dan memberikan dua jalur bagi wajib pajak untuk mendapatkannya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan sekaligus mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Wajib pajak dapat memperoleh fasilitas melalui 2 (dua) jalur sebagai berikut :

  1. Otomatis (Secara Jabatan): Diberikan langsung oleh pejabat berwenang tanpa perlu pengajuan.
  2. Permohonan: Diajukan secara tertulis atau online melalui kanal resmi Bapenda.

 

Fasilitas keringanan, pengurangan, atau pembebasan pajak diberikan dengan pertimbangan:

  • Pelunasan tunggakan pajak
  • Percepatan penerimaan pajak daerah
  • Insentif kepatuhan administrasi
  • Alasan sosial dan kemanusiaan
  • Kebijakan khusus Gubernur untuk mendukung program prioritas nasional atau daerah.

Dengan terbitnya Pergub Nomor 27 Tahun 2025, sejumlah aturan lama seperti BPHTB dan PBB resmi dicabut, sementara mekanisme pengajuan permohonan, termasuk pembebasan pajak bagi perwakilan negara asing berdasarkan asas timbal balik, kini diatur ulang. Pergub ini hanya memuat ketentuan secara garis besar, sedangkan detail teknis pelaksanaannya, termasuk mekanisme pemberian keringanan dan pembebasan pajak, akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bapenda DKI Jakarta.

 

Pajak Daerah – BBNKB

Mulai 2025, biaya balik nama kendaraan bekas menjadi jauh lebih ringan setelah pemerintah resmi menghapus Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk mobil dan motor bekas. Kebijakan yang berlaku di seluruh Indonesia ini merupakan amanat UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), yang menyatakan bahwa BBNKB hanya dikenakan pada penyerahan pertama kendaraan baru. Dengan demikian, pembeli kendaraan bekas kini tak lagi terbebani biaya BBNKB, meskipun tetap harus membayar biaya administrasi lain seperti PKB, SWDKLLJ, STNK, dan pelat nomor. Penghapusan ini membuat proses balik nama lebih terjangkau dan mendorong masyarakat untuk lebih mudah memiliki kendaraan bekas.  Berikut rincian biaya yang perlu disiapkan untuk balik nama kendaraan bekas:

  1. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB): Rp 0
  2. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Opsen: Tergantung jenis kendaraan (lihat di STNK). Jika ada keterlambatan, akan dikenakan denda.
  3. SWDKLLJ: Rp 35.000 untuk motor, Rp 143.000 untuk mobil non-angkutan umum. Denda berlaku jika terlambat.
  4. Penerbitan STNK: Rp 100.000 untuk roda dua/tiga, Rp 200.000 untuk roda empat atau lebih.
  5. Penerbitan TNKB (pelat nomor): Rp 60.000 untuk roda dua/tiga, Rp 100.000 untuk roda empat atau lebih.
  6. Penerbitan BPKB: Rp 225.000 untuk roda dua/tiga, Rp 375.000 untuk roda empat atau lebih.
  7. Mutasi kendaraan (jika dari luar daerah): Rp 150.000 untuk motor, Rp 250.000 untuk mobil.

Dengan penghapusan BBNKB, total biaya balik nama kini jauh lebih terjangkau, meski tetap ada biaya administrasi yang perlu dipersiapkan. Adapun alasan harus balik nama kendaraan bekas yaitu sebagai berikut :

  • Legalitas kepemilikan kendaraan terjamin
  • Memudahkan persyaratan administrasi
  • Bisa bayar pajak online melalui aplikasi Signal
  • Mempermudah penelusuran jika STNK/BPKB hilang
  • Mempermudah klaim asuransi kecelakaan
  • Menghindari dampak penyalahgunaan kendaraan oleh pihak lain
  • Berkontribusi dalam program pembangunan daerah.

Komentar Pembaca