Bebas Akses

Weekly Tax Summary - 03 Nov 2025

Oleh Siti
03 November 2025 09:00:00 WIB - 9 menit baca

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :   

  1. Pajak Digitalisasi : BI Luncurkan 3 Katalis Digitalisasi Daerah Dorong Ekonomi
  2. Pelaporan SPT Tahunan :
  • DJP Terapkan Format Baru Pelaporan SPT PPh Badan Berbasis Coretax
  • DJP Permudah Pelaporan SPT PPh Orang Pribadi 2025 Dengan Fitur Prepopulated Coretax
  1. Gugatan : MK Tolak Gugatan atas Pajak Pesangon dan Pensiun, Maka Pajak Tetap Berlaku
  2. Pajak Daerah : Pemprov DKI Jakarta Berikan Pengurangan dan Pembebasan Pajak Reklame Hingga 100%
  3. Peraturan Baru :
  • PMK Nomor 71 Tahun 2025 Tentang PPN atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi pada Periode Libur Natal dan Tahun Baru yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2026
  • PMK Nomor 72 Tahun 2025 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah dalam rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025

Pajak Digitalisasi

Bank Indonesia (BI) resmi meluncurkan tiga program katalis Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (P2DD) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pelayanan publik di daerah. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan bahwa tiga katalis tersebut mencakup peningkatan kapasitas, literasi digital, dan penguatan sinergi lintas pihak, yang menjadi fondasi transformasi digital daerah agar lebih efektif, inklusif, dan berkelanjutan. Melalui jaringan 46 kantor perwakilan di seluruh Indonesia, BI bersama kementerian dan pemerintah daerah akan memperkuat SDM dan elektronifikasi transaksi keuangan daerah. Program ini dijalankan secara berkelanjutan dengan semangat kolaborasi untuk memperluas wawasan, membangun jejaring, dan memperkuat tata kelola keuangan berbasis digital.

Pelaporan SPT Tahunan Badan

DJP memodernisasi sistem pelaporan SPT Tahunan PPh Badan melalui PER-11/PJ/2025 dengan format baru berbasis sistem Coretax. Kini, data pengurus, komisaris, dan pemegang saham terisi otomatis dari profil wajib pajak tanpa perlu input manual seperti pada e-Form sebelumnya. Jika sebelumnya pada era e-Form wajib pajak harus mengisi manual daftar susunan pengurus dan komisaris di Formulir 1771-V Bagian B, kini seluruh data tersebut telah berpindah ke Lampiran 2 Bagian A pada versi Coretax. Untuk memperbarui data, wajib pajak cukup mengakses menu Profil Saya → Informasi Umum → Edit → Pihak Terkait, kemudian klik Tambah, pilih jenis orang terkait (direktur atau komisaris), lengkapi data seperti NPWP, jabatan, serta tanggal mulai dan berakhir masa jabatan. Setelah disimpan, data akan otomatis terintegrasi dalam SPT Tahunan PPh Badan di Coretax. Langkah ini memastikan daftar pengurus dan komisaris selalu mencerminkan kondisi aktual di akhir tahun pajak. Digitalisasi ini menjadi upaya DJP menciptakan pelaporan pajak badan yang lebih efisien, akurat, dan berbasis data tunggal, sejalan dengan transformasi administrasi perpajakan di era digital.

Pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi

DJP Kemenkeu memastikan pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi tahun pajak 2025 akan lebih mudah dengan sistem Coretax yang dilengkapi fitur data pra-isi (prepopulated). Fitur ini secara otomatis menampilkan data penghasilan dan pajak yang telah dipotong, sehingga wajib pajak hanya perlu memverifikasi dan melengkapi informasi pribadi seperti daftar harta, utang, dan penghasilan lain. Bagi pelaku UMKM, sistem juga merekap otomatis setoran PPh final bulanan selama setahun. Dengan demikian, peran wajib pajak berubah dari penginput data manual menjadi verifikator, dan diimbau untuk mempersiapkan pelaporan lebih awal sebelum batas waktu 31 Maret 2026.

Gugatan Pajak Pesangon dan Pensiun

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Gugatan yang diajukan dua karyawan swasta ditolak pada 30 Oktober 2025 dikarenakan dinilai tidak jelas dan tidak cermat dalam penyusunan permohonan. Keduanya mempersoalkan ketentuan yang memasukkan pesangon, pensiun, THT, dan JHT sebagai objek pajak penghasilan dengan tarif progresif, karena dianggap bukan keuntungan usaha melainkan hasil tabungan dan penghargaan atas masa kerja. Kekhawatiran mereka muncul karena akan segera memasuki masa pensiun dan khawatir dana yang diterima berkurang akibat pajak. Selain itu, terdapat gugatan serupa yang telah didaftarkan ke MK pada 10 Oktober 2025 dengan Nomor 186/PUU-XXIII/2025, yang meminta agar seluruh pekerja dibebaskan dari pajak atas pesangon, uang pensiun, THT, dan JHT.

Pajak Daerah – Pajak Reklame

Pemprov DKI Jakarta melalui Kepgub Nomor 870 Tahun 2025 menetapkan aturan baru tentang pengurangan dan pembebasan Pajak Reklame untuk memberikan kepastian hukum dan meringankan beban para wajib pajak, khususnya pelaku usaha periklanan. Dalam kebijakan ini, wajib pajak yang mengalami kenaikan nilai pokok pajak reklame lebih dari 25% dibandingkan dari periode sebelumnya yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Dapat mengajukan pengurangan hingga 50%, bahkan memperoleh pembebasan pajak reklame hingga 100% apabila memenuhi ketentuan yang berlaku. Ada 2 (dua) jenis pembebasan yang berlaku, yaitu:

1. Pembebasan Otomatis (Secara Jabatan)

Berlaku untuk stiker kecil berukursn maksimal 200 cm², selebaran, reklame di dalam toko/ruko/restoran/kantor, reklame di kendaraan, pagar proyek, penawaran titik reklame oleh perusahaan iklan, reklame nonpermanen sektor informal, serta reklame program CSR perusahaan.

2. Pembebasan Insidental

Diberikan untuk kegiatan strategis nasional/daerah, program pemerintah (APBN/APBD), event MICE bekerja sama dengan pemerintah, kegiatan olahraga, seni, budaya, serta peringatan atau perayaan hari besar nasional/daerah yang diselenggarakan bersama pemerintah.

Kepgub ini ditetapkan pada 29 September 2025 dan berlaku surut sejak 27 Agustus 2025, sehingga wajib pajak yang memenuhi kriteria dapat langsung menikmati pengurangan atau pembebasan pajak reklame. Pemprov DKI menegaskan bahwa tidak semua reklame dikenakan pajak penuh, karena dalam kondisi tertentu wajib pajak berhak memperoleh keringanan hingga bebas pajak. Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga iklim usaha reklame tetap sehat, transparan, dan memberikan manfaat bagi masyarakat luas.

Peraturan Baru mengenai PPN Penyerahan Jasa Angkutan Udara DTP Pada Nataru dan Perubahan PMK 10/2025 Tentang PPh 21 Penghasilan Tertentu DTP :

A. Peraturan Baru mengenai PPN Penyerahan Jasa Angkutan Udara DTP Pada Nataru  :

Telah terbit peraturan baru mengenai PPN Penyerahan Jasa Angkutan Udara DTP Pada Nataru, berdasarkan PMK Nomor 71 Tahun 2025 (PMK 71/2025) Tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi Pada Periode Libur Natal dan Tahun Baru Yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2026, yang ditetapkan dan berlaku pada tanggal 15 Oktober 2025. Berdasarkan PMK 71/2025 dijelaskan bahwa:

  • Atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi terutang PPN.
  • Penghitungan PPN yang terutang atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi sesuai dengan perhitungan dalam PMK 131/2024 tentang Perlakuan PPN atas Impor BKP, Penyerahan BKP, Penyerahan JKP, Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.
  • PPN yang terutang atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi ditanggung oleh penerima jasa sebesar 5% (lima persen) dari Penggantian.
  • PPN yang terutang atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi ditanggung pemerintah untuk tahun anggaran 2026 sebesar 6% (enam persen) dari Penggantian.
  • Penggantian meliputi tarif dasar (base fare), fuel surcharge, dan biaya-biaya lain yang dibayar oleh penerima jasa yang merupakan objek PPN dan merupakan jasa yang diberikan oleh Badan Usaha Angkutan Udara.
  • PPN yang terutang ditanggung pemerintah diberikan kepada penerima jasa:
  1. untuk periode pembelian Tiket yang dilakukan sejak tanggal 22 Oktober 2025 sampai dengan tanggal 10 Januari 2026; dan
  2. untuk periode penerbangan yang dilakukan sejak tanggal 22 Desember 2025 sampai dengan tanggal 10 Januari 2026.
  • Badan Usaha Angkutan Udara selaku Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi wajib membuat Faktur Pajak atau Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  • Sebagai bagian dari pelaporan PPN yang terutang ditanggung pemerintah, Badan Usaha Angkutan Udara selaku Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi wajib membuat daftar rincian transaksi PPN ditanggung pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi.
  • PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi tidak ditanggung pemerintah dalam hal:
  1. jasa yang diserahkan di luar periode pembelian Tiket dan periode penerbangan;
  2. tidak melakukan penerbangan dengan kelas ekonomi; atau
  3. Pengusaha Kena Pajak menyampaikan daftar rincian transaksi PPN ditanggung pemerintah atas penyerahan jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi tidak sesuai dengan batas waktu.

B. Peraturan Baru mengenai Perubahan PMK 10/2025 Tentang PPh 21 Penghasilan Tertentu DTP :

Telah terbit peraturan baru mengenai Perubahan PMK 10/2025 Tentang PPh 21 Penghasilan Tertentu DTP, berdasarkan PMK Nomor 72 Tahun 2025 (PMK 72/2025) Tentang Perubahan atas PMK Nomor 10 Tahun 2025 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu Yang Ditanggung Pemerintah Dalam Rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025, yang ditetapkan pada tanggal 20 Oktober 2025 dan berlaku pada 28 Oktober 2025. Berdasarkan PMK 72/2025 dijelaskan bahwa:

  • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai sehubungan dengan pekerjaan wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Pemberi Kerja sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 UU PPh.
  • PPh Pasal 21 atas seluruh penghasilan bruto dalam tahun 2025 yang diterima atau diperoleh Pegawai tertentu dari Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu diberikan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah.
  • Pemberi Kerja dengan kriteria tertentu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. melakukan kegiatan usaha pada bidang industri:

1. alas kaki;

2. tekstil dan pakaian jadi;

3. furnitur;

4. kulit dan barang dari kulit; atau

5. pariwisata; dan

b. memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang dari Peraturan Menteri ini.

  • Kode klasifikasi lapangan usaha merupakan kode klasifikasi lapangan usaha utama yang tercantum pada basis data yang terdapat dalam administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak.
  • Jangka waktu pemberian insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah diberikan untuk:
  1. Masa Pajak Januari 2025 sampai dengan Masa Pajak Desember 2025, bagi Pegawai tertentu dari Pemberi Kerja tertentu yang melakukan kegiatan usaha pada bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 1 sampai dengan angka 4;
  2. Masa Pajak Oktober 2025 sampai dengan Masa Pajak Desember 2025, bagi Pegawai tertentu dari Pemberi Kerja tertentu yang melakukan kegiatan usaha pada bidang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a angka 5.
  • PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai tertentu, termasuk dalam hal Pemberi Kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada Pegawai.
  • Pembayaran tunai PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.
  • Atas pemberian insentif PPh 21 ditanggung pemerintah harus dibuatkan bukti pemotongan oleh Pemberi Kerja.
  • Tata cara pembuatan bukti pemotongan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
  • Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk Pegawai Tetap tertentu yang telah dipotong dan diberikan insentif dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh Pasal 21 yang terutang untuk 1 (satu) Tahun Pajak, kelebihan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah tidak dikembalikan kepada Pegawai Tetap bersangkutan
  • Dikecualikan untuk Pemberi Kerja, kelebihan pembayaran yang berasal dari PPh Pasal 21 yang tidak ditanggung pemerintah dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya sebesar bagian kelebihan pembayaran yang tidak ditanggung pemerintah.
  • Untuk dapat mengkompensasikan bagian kelebihan pembayaran yang tidak ditanggung pemerintah Pemberi Kerja harus membuat:
  1. kertas kerja penghitungan dan menyampaikannya melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak; dan
  2. bukti pemotongan tambahan atas bagian yang ditanggung pemerintah dan melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21/26.
  • Contoh penghitungan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini
  • Kertas kerja penghitungan dan bukti pemotongan tambahan dibuat sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Komentar Pembaca