Bebas Akses

Weekly Tax Summary - 02 Juni 2025

Oleh Siti
02 June 2025 09:00:00 WIB - 12 menit baca

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :   

  1. Penerimaan Pajak dan Negara :
  • Penerimaan Pajak Disetor Hingga April 2025 Mencapai Rp.557,1 Triliun atau Turun 10,74%
  • Penerimaan Negara Hanya Rp.810,5 Triliun Hingga April 2025, Sektor Pajak dan Kepabeanan Alami Tekanan Berat
  1. Penerimaan Pajak Wajib Pajak Besar : Penerimaan Pajak Wajib Pajak Besar 2025 Hingga April 2025 Sebesar Rp.169,6 Triliun Dengan Peran Empat KPP Utama
  2. Pengelolaan Keuangan Negara : BPK Ungkap Ketidaksesuaian Data Perpajakan dan Belanja Pegawai Jadi Sorotan
  3. Administrasi Pajak : Ada 13 Jenis Layanan Administrasi Perpajakan Berdasarkan PER-8/PJ/2025
  4. Pelaporan SPT dan e-Faktur :
  • DJP Modernisasi Sistem Pelaporan Pajak dan e-Faktur di Coretax Dengan PER-11/PJ/2025
  • Batas Upload e-Faktur Jadi Tanggal 20 dan Nomor Seri Faktur Pajak Kini Otomatis
  1. Peraturan Baru :
  • PER DJP Nomor PER-8/PJ/2025 Tentang Ketentuan Pemberian Layanan Administrasi Perpajakan Tertentu Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan
  • PER DJP Nomor PER-11/PJ/2025 Tentang Ketentuan Pelaporan PPh, PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Meterai Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan

Penerimaan Pajak dan Negara

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah mengumpulkan setoran pajak hingga April 2025 sebesar Rp.557,1 triliun atau turun sekitar 10,74% jika dibandingkan realisasi per April 2024 yang senilai Rp.624,19 triliun. Besaran setoran pajak tersebut telah mencapai 25,4% dari target yang telah ditetapkan pada tahun ini dalam APBN senilai Rp.2.189,3 triliun. Meski masih lebih rendah dibanding tahun lalu, penerimaan pajak dibanding bulan sebelumnya, Maret 2025 mengalami perbaikan yaitu dengan ditopangnya setoran PPh badan, PPN dalam negeri, dan PPN impor. Penerimaan pajak secara bruto telah tembus Rp.733,2 triliun hingga April 2025. Khusus bulan April 2025, setoran pajak mencapai Rp.266,2 triliun, naik dari catatan Maret 2025 sebesar Rp.168,1 triliun.

Di awal 2025, kinerja penerimaan negara dari sektor perpajakan dan kepabeanan mengalami tekanan berat. Hingga April 2025, realisasi penerimaan negara mencapai Rp.810,5 triliun, dengan perpajakan sebesar Rp.657 triliun. Komponen utama penerimaan, yakni setoran pajak, hanya Rp.557,1 triliun atau turun sekitar 10,74%. Sementara, penerimaan dari kepabeanan dan cukai Rp.100 triliun. Bank Dunia menyoroti lemahnya rasio penerimaan negara Indonesia. Rasio penerimaan negara terhadap PDB hanya 12,8% pada 2024, turun dari 13,5% pada 2022 dan 13,3% pada 2023. Diperkirakan akan turun lagi menjadi 11,9% pada 2025. Di sisi lain, sektor cukai khususnya Cukai Hasil Tembakau (CHT) mengalami pelemahan. Penurunan ini tercermin dari terus menurunnya produksi rokok meskipun tarif cukai dinaikkan. Komponen ini memberikan kontribusi besar terhadap terhadap penerimaan negara. Maka, APBN harus terus dijaga dan kredibel dengan defisit di bawah 3% terhadap PDB dalam meningkatkan mobilisasi pendapatan, meningkatkan kualitas dan efisiensi belanja, serta inovasi pembiayaan untuk mendorong kinerja dan pemerataan kemajuan ekonomi.

Penerimaan Pajak Wajib Pajak Besar (LTO)

DJP melalui Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar (Kanwil LTO) mencatat realisasi penerimaan neto hingga 30 April 2025 sebesar Rp.169,6 triliun atau setara 23,08% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp.734,714 triliun. Mayoritas jenis pajak utama menurun dibanding 2024 akibat perubahan Tax Effective Rate (TER), fluktuasi harga komoditas, meningkatnya jumlah Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), dan pemberian relaksasi pelaporan dan penyetoran SPT Masa PPN. Kanwil LTO hanya mengelola PPh dan PPN untuk wajib pajak besar. yang dibagi dalam 4 (empat) KPP berdasarkan sektor yaitu :

  • KPP Wajib Pajak Besar Satu yang berfungsi mengadiministrasikan dari sektor pertambangan dan jasa penunjang pertambangan, perbankan dan jasa keuangan.
  • KPP Wajib Pajak Besar Dua yang berfungsi mengadministrasikan dari sektor industri, perdagangan dan jasa.
  • KPP Wajib Pajak Besar Tiga yang berfungsi mengadministrasikan merupakan perusahaan negara/BUMN sektor industri dan perdagangan.
  • KPP Wajib Pajak Besar Empat yang berfungsi mengadiministrasikan dari perusahaan negara/BUMN sektor jasa dan wajib pajak besar orang pribadi.

Pengelolaan Keuangan Negara

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah persoalan dalam pengelolaan keuangan negara berdasarkan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2024, seperti ketidaksesuaian data perpajakan, pengendalian belanja pegawai yang belum optimal, serta sisa dana transfer ke daerah yang belum dikelola memadai. Selain itu, pertanggungjawaban belanja di muka masih berlarut-larut. BPK menekankan pentingnya pengawasan agar belanja negara lebih efektif dan mendorong pergeseran ke belanja prioritas di tengah tekanan fiskal.

Administrasi Pajak

DJP resmi menerbitkan PER DJP Nomor PER-8/PJ/2025 yang secara khusus mengatur ketentuan baru dalam pemberian layanan administrasi perpajakan tertentu melalui sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system, yang ditetapkan dan berlaku pada 21 Mei 2025. Beberapa PER DJP maupun keputusan DJP yang lama dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan sistem coretax sehingga perlu diganti atau dicabut. Regulasi ini mencakup 13 jenis layanan administrasi perpajakan, antara lain:

    1. Tata cara permohonan dan penerbitan Surat Keterangan Fiskal (SKF).
    2. Prosedur perubahan metode pembukuan atau tahun buku.
    3. Izin pembukuan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang dolar AS.
    4. Pengajuan dan penerbitan keputusan penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam penggabungan atau akuisisi usaha.
    5. Penilaian kembali aktiva tetap untuk keperluan perpajakan.
    6. Permohonan pembebasan dari pemotongan PPh oleh pihak ketiga.
    7. Penerbitan SKB PPh Pasal 22 atas impor emas batangan untuk ekspor perhiasan.
    8. SKB pemotongan PPh atas bunga deposito dan diskonto SBI bagi dana pensiun.
    9. Pengecualian PPh atas pengalihan tanah/bangunan serta pembebasan PPh untuk hunian mewah di KEK pariwisata.
    10. Pemeriksaan bukti setor PPh terkait pengalihan hak tanah/bangunan.
    11. Surat keterangan pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean atas impor barang.
    12. Pencabutan persetujuan pengenaan PPh hanya atas penghasilan dari Indonesia.
    13. Layanan pemenuhan syarat perpajakan bagi bakal calon kepala daerah.

Pelaporan SPT dan Faktur Pajak

DJP resmi mengesahkan PER DJP Nomor PER-11/PJ/2025 (PER-11/2025) pada 22 Mei 2025. Dalam memberikan kepastian hukum, menyederhanakan administrasi, dan mendukung implementasi Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) yang tengah diperbarui. Berdasarkan PER-11/2025, sistem pelaporan pajak yang lebih adaptif terhadap dinamika bisnis dan teknologi saat ini. Ketentuan lama dinilai belum memadai dalam menjawab tantangan pelaporan PPh, PPN, PPnBM, dan bea meterai. Peraturan tersebut sebagai bentuk, isi, dan prosedur pengisian serta penyampaian berbagai jenis Surat Pemberitahuan (SPT), antara lain :

  1. SPT Masa PPh, mencakup:
  • PPh Pasal 21/26;
  • SPT Masa PPh Unifikasi;
  • Laporan penerimaan negara dari usaha hulu migas.
  1. SPT Masa PPN, untuk:
  • Pengusaha Kena Pajak (PKP);
  • PKP dengan pedoman khusus pengkreditan pajak masukan;
  • Pemungut PPN yang bukan PKP.
  1. SPT Masa Bea Meterai.
  2. SPT Tahunan PPh, termasuk:
  • Wajib Pajak orang pribadi;
  • Wajib Pajak badan, baik dalam rupiah maupun dolar AS, khususnya bagi entitas usaha hulu migas.
  1. Laporan Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 untuk bank, BUMN, BUMD, perusahaan terbuka, dan Wajib Pajak lainnya.
  2. Dokumen Lampiran SPT, termasuk format, jenis, dan sarana penyampaiannya.
  3. Prosedur Penyampaian dan Pengolahan SPT oleh DJP.
  4. Seluruh SPT wajib memuat elemen dasar seperti jenis pajak, identitas dan NPWP Wajib Pajak, masa/tahun pajak, serta tanda tangan (manual atau elektronik) dari Wajib Pajak atau kuasanya.

Dalam Pasal 40 PER-11/2025, dalam penerbitan faktur pajak elektronik bahwa faktur pajak wajib berbentuk dokumen elektronik dan dibuat melalui portal Wajib Pajak atau Aplikasi lain yang terhubung langsung dengan sistem administrasi DJP. Faktur tersebut harus mencantumkan tanda tangan elektronik.

Kemudian, DJP resmi memperpanjang batas waktu unggah faktur pajak elektronik (e-Faktur) sesuai PER-11/2025. Dalam aturan terbaru tersebut, pengusaha kena pajak (PKP) diberikan kelonggaran waktu hingga tanggal 20 bulan berikutnya untuk mengunggah e-Faktur, menggantikan batas sebelumnya yang jatuh pada tanggal 15 berdasarkan PER-03/PJ/2022 juncto PER-11/PJ/2022. Langkah ini dalam penyesuaian implementasi sistem inti administrasi perpajakan (coretax system) yang tengah digalakkan DJP. Salah satu perubahan signifikan lainnya adalah penghapusan kewajiban permintaan nomor seri faktur pajak (NSFP) sebelum pengunggahan e-Faktur. Saat ini, NSFP akan diberikan secara otomatis saat e-Faktur diunggah dan mendapat persetujuan dari DJP, selama unggahan dilakukan dalam rentang waktu yang ditentukan. Namun, ketentuan lama dalam PER-03/PJ/2022 s.t.d.d. PER-11/PJ/2022 tetap diterapkan dalam konteks tertentu, terutama untuk PKP yang masih menggunakan e-Faktur client desktop atau host-to-host.

Peraturan Baru mengenai Layanan Administrasi Pajak Dalam Sistem Inti Administrasi Perpajakan dan Pelaporan PPh, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai :

A. Peraturan Baru mengenai Layanan Administrasi Pajak Dalam Sistem Inti Administrasi Perpajakan :

Telah terbit peraturan baru mengenai Layanan Administrasi Pajak Dalam Sistem Inti Administrasi Perpajakan, berdasarkan PER DJP Nomor PER-8/PJ/2025 (PER-8/PJ/2025) Tentang Ketentuan Pemberian Layanan Administrasi Perpajakan Tertentu Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, yang ditetapkan dan berlaku pada 21 Mei 2025. Berdasarkan PER-8/PJ/2025 dijelaskan bahwa:

  • Wajib Pajak yang memerlukan Surat Keterangan Fiskal untuk mendapatkan pelayanan tertentu dan/atau pelaksanaan kegiatan tertentu dari kementerian/lembaga atau pihak lain, dapat memperoleh Surat Keterangan Fiskal dengan mengajukan permohonan secara elektronik kepada Direktur Jenderal Pajak.
  • Pengajuan permohonan Surat Keterangan Fiskal secara elektronik dilakukan melalui Portal Wajib Pajak, laman atau aplikasi lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, dan/atau Contact Center.
  • Pembukuan diselenggarakan secara konsisten dengan Prinsip Taat Asas.
  • Perubahan terhadap metode Pembukuan dan/atau tahun buku dapat dilakukan Wajib Pajak dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak, yang diajukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun buku bersangkutan.
  • Wajib Pajak dapat menyelenggarakan Pembukuan atau melakukan pencatatan dengan menggunakan bahasa Inggris sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  • Wajib Pajak badan tertentu dapat menyelenggarakan Pembukuan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  • Wajib Pajak Badan Tertentu meliputi :
  1. Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya di bidang Pertambangan Minerba
  2. Wajib Pajak kontraktor kerja sama di bidang Pertambangan Migas.
  3. Wajib Pajak dalam rangka penanaman modal asing.
  4. Bentuk usaha tetap dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
  5. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri.
  6. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri.
  7. Kontrak Investasi Kolektif yang menerbitkan reksa dana dalam denominasi satuan mata uang Dolar Amerika Serikat.
  8. Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang Dolar Amerika Serikat.
  9. Wajib Pajak yang terikat perjanjian dengan Pemerintah.
  10. Wajib Pajak yang melakukan kerja sama operasi sepanjang dipersyaratkan dalam perjanjian kerja sama atau akta pendiriannya.
  • Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha atau pengambilalihan usaha,  setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak
  • Perusahaan dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan, dengan syarat telah memenuhi semua kewajiban pajak sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan.
  • Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal, atau PPh yang telah dibayar lebih besar dari PPh yang akan terutang, yang dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain kepada DJP.
  • Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 yaitu atas impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
  • Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 dinyatakan dengan surat keterangan bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh DJP.
  • Atas penghasilan berupa bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan, tidak dilakukan pemotongan PPh, sepanjang dana tersebut diperoleh dari sumber pendapatan diatur dalam Pasal 29 UU Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun dan perubahannya.
  • Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari:
  1. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
  2. Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya,

terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.

  • Impor Barang Kena Pajak terutang PPN atau PPN dan PPnBM.

B. Peraturan Baru mengenai Pelaporan PPh, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai :

Telah terbit peraturan baru mengenai Pelaporan PPh, PPN, PPnBM, dan Bea Meterai, berdasarkan PER DJP Nomor PER-11/PJ/2025 (PER-11/PJ/2025) Tentang Ketentuan Pelaporan PPh, PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Meterai Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, yang ditetapkan dan berlaku pada 22 Mei 2025. Berdasarkan PER-11/PJ/2025 dijelaskan bahwa :

  • Lingkup Peraturan Direktur Jenderal ini terdiri atas bentuk, isi, dan tata cara pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh, SPT Masa PPN, SPT Masa Bea Meterai, SPT Tahunan PPh, serta penyampaian laporan penghitungan Angsuran PPh Pasal 25.
  • Bentuk, isi, dan tata cara pengisian Surat Pemberitahuan Masa PPh yang meliputi :
  1. SPT Masa PPh Pasal 21/26, yang terdiri dari ketentuan umum, bentuk, isi, dan tata cara pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 serta Pengisian SPT Masa PPh Pasal 21/26.
  2. SPT Masa PPh Unifikasi, yang terdiri dari ketentuan umum, bentuk, isi, dan tata cara pembuatan bukti pemotongan dan/atau pemungutan PPh Unifikasi serta pengisian SPT Masa PPh Unifikasi.
  3. Laporan Penerimaan Negara dari Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi
  • Bentuk, isi, dan tata cara pengisian SPT Masa PPN yang meliputi :
  1. Ketentuan Umum SPT Masa PPN
  2. Faktur Pajak yang terdiri dari :
  • Ketentuan,
  • Kewajiban dan saat pembuatan Faktur Pajak,
  • Keterangan dalam Faktur Pajak dan ketentuan pengisian keterangan dalam Faktur Pajak,
  • Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak,
  • Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Pembatalan Faktur Pajak,
  • Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran,
  • Persyaratan Formal dan Material Faktur Pajak, Faktur Pajak Tidak Lengkap, Faktur Pajak Terlambat Dibuat, dan Faktur Pajak Dianggap Tidak Dibuat,
  • Pelaporan Faktur Pajak,
  • Pembuatan Faktur Pajak dalam Keadaan Kahar.
  1. Dokumen Tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak
  2. Jenis SPT Masa PPN yaitu bagi PKP, PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, serta Pemungut PPN dan Pihal Lain, yang bukan merupakan PKP.
  • SPT Masa Bea Meterai berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan :
  1. Pemungutan Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu dari pihak yang terutang;
  2. Penyetoran Bea Meterai ke kas negara; dan
  3. Penerbitan Dokumen yang mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai.
  • SPT Masa Bea Meterai terdiri atas Induk dan Lampiran SPT Masa Bea Meterai.
  • Untuk kebutuhan pengisian SPT Masa Bea Meterai, DJP menyediakan daftar pemungutan menggunakan Meterai Elektronik dan data pembubuhan Meterai Teraan Digital.
  • Bentuk, isi, dan tata cara pengisian SPT Tahunan PPh yang meliputi ketentuan umum SPT Tahunan PPh yang terdiri dari Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.
  • Bank, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak masuk bursa, serta Wajib Pajak Lainnya harus menyampaikan laporan penghitungan Angsuran PPh Pasal 25
  • Laporan penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 dibuat dan disampaikan melalui Portal Wajib Pajak dengan diberikan bukti penerimaan, yang disampaikan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya.
  • Penyampaian, Penerimaan, dan Pengolahan SPT meliputi :
  1. Kewajiban Wajib Pajak.
  2. Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan PPh.
  3. Tata Cara Penyampaian SPT.
  4. Pengecekan Validitas Nomor Pokok Wajib Pajak dan Penelitian SPT.
  5. Penerimaan Surat Pemberitahuan secara Elektronik.
  6. Penerimaan Surat Pemberitahuan secara Langsung.
  7. Penerimaan Surat Pemberitahuan Melalui Pos atau Jasa Ekspedisi atau Jasa Kurir dengan Bukti Pengiriman Surat
  8. Pengolahan Surat Pemberitahuan.
  9. Pengecualian Penyampaian Surat Pemberitahuan.
  • Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Berjalan dalam Hal-hal Tertentu
  • e-Faktur yang telah diunggah (di-upload) ke DJP dengan menggunakan modul e-Faktur dan telah memperoleh persetujuan dari DJP merupakan Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak.
  • Perwakilan negara asing atau pejabat perwakilan negara asing atau badan internasional atau pejabat badan internasional mengajukan pembebasan dengan pengembalian PPN atau PPN dan PPnBM dengan menyampaikan permohonan pengembalian yang disertai surat rekomendasi dan dilampiri bukti pendukung sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pemberian pembebasan PPN atau PPN dan PPnBM kepada perwakilan negara asing dan badan internasional serta pejabatnya.
  • Instansi Pemerintah yang melakukan perolehan BKP dan/atau JKP dari Pengusaha yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib memungut PPN yang menjadi bagian dari nilai pengadaan barang dan/atau jasa oleh Instansi Pemerintah.
  • Wajib Pajak dianggap tidak menyampaikan SPT dalam hal SPT disampaikan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
  • Jumlah dasar pengenaan pajak dan PPh yang tercantum dalam:
  1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26;
  2. Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi;
  3. SPT Masa PPh; dan

diisi dengan pembulatan ke dalam rupiah penuh.

Komentar Pembaca