Bebas Akses

Dalam sepekan ini terdapat berita dan informasi perpajakan di Indonesia yang menarik dan penting antara lain :
Penerimaan Wajib Pajak Besar
Realisasi penerimaan pajak neto Kanwil DJP Wajib Pajak Besar (WPB/LTO) hingga September 2025 mencapai Rp.413,89 triliun atau 56,3% dari target APBN. Meski mayoritas jenis pajak utama mengalami kontraksi akibat berbagai faktor, seperti dampak PMK-74/2024 pada sektor perbankan, penerapan Tax Effective Rate (TER), volatilitas harga komoditas, dan meningkatnya restitusi. Di tengah tekanan tersebut, sejumlah sektor justru tumbuh positif, antara lain jasa keuangan, transportasi, pengadaan listrik dan air, pertanian, serta sektor akomodasi. Untuk menjaga kinerja penerimaan, Kanwil LTO menyiapkan strategi antisipatif seperti optimalisasi pengawasan, pengujian kepatuhan material, pemanfaatan data, pengawasan Wajib Pajak Grup, penagihan tunggakan, penegakan hukum, serta edukasi perpajakan, sejalan dengan arahan Kantor Pusat DJP dan Komite Kepatuhan.
Target Penerimaan Pajak
DJP Kemenkeu tetap optimistis penerimaan pajak dapat mencapai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp.2.189 triliun, meskipun hingga Oktober baru terkumpul Rp.1.459 triliun atau turun 3,8% dibanding tahun lalu. Dengan sisa satu bulan, DJP terus menggenjot penerimaan melalui penggalian potensi, penegakan hukum, pertukaran data internal Kemenkeu, hingga joint audit dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk memastikan target dapat tercapai.
Deposit Coretax
Sistem deposit dalam Coretax menjadi salah satu faktor penurunnya kinerja penerimaan pajak tahun ini, karena sekitar Rp.246 triliun setoran Wajib Pajak masih mengendap sebagai “Pajak Lainnya” dan Rp.70 triliun di antaranya belum terdistribusi ke jenis pajak masing-masing hingga Wajib Pajak menyampaikan SPT. Meski dana tersebut sudah tercatat sebagai penerimaan negara, dampaknya belum terlihat pada pos PPh atau PPN hingga proses posting selesai. Per Oktober 2025, penerimaan pajak baru mencapai Rp.1.459 triliun atau 70,2% dari estimasi akhir tahun dan masih lebih rendah dari periode sama tahun lalu, dengan mayoritas komponen seperti PPh Badan, PPh OP/PPh 21, PPh Final, PPh 22, PPh 26, serta PPN dan PPnBM mengalami kontraksi. Di sisi lain, sistem deposit Coretax sebenarnya dirancang untuk memudahkan Wajib Pajak membuat billing lebih awal tanpa mengganggu cash flow, terutama untuk SPT Masa PPh, sehingga pembayaran dapat dilakukan setelah pelaporan lengkap.
Pengemplang Pajak
DJP Kemenkeu telah berhasil mengumpulkan Rp.11,99 triliun dari para pengemplang pajak hingga 24 November 2025. Dari total 201 pengemplang dengan tunggakan mencapai Rp.20 triliun, sebagian sudah lebih dari 10 tahun sebanyak 106 pengemplang di antaranya telah ditindak. Meski ada yang sulit dilacak karena sudah tidak berada di Indonesia, DJP menegaskan komitmennya untuk terus mengejar pengemplang yang masih beraktivitas dan memiliki badan usaha aktif di dalam negeri.
Pengadilan Pajak
Mulai 1 Januari 2027, Indonesia memasuki babak baru reformasi peradilan pajak dengan dialihkannya pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan ke Mahkamah Agung (MA), sesuai Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang menegaskan pentingnya independensi peradilan. Setelah melalui masa persiapan hingga akhir 2026 meliputi sinkronisasi regulasi, penataan organisasi, serta kesiapan sistem dan SDM. Tahap pelaksanaan akan membawa perubahan besar, termasuk pengalihan hakim menjadi hakim Peradilan TUN, penugasan pegawai non-hakim, hingga perpindahan aset dan aplikasi inti seperti e-Tax Court ke ekosistem digital MA. Transisi historis ini diharapkan memperkuat independensi, meningkatkan kualitas penyelesaian sengketa, dan membangun kepercayaan publik terhadap peradilan pajak Indonesia.