Bebas Akses

Summary PER-11/PJ/2025 : Perubahan Pelaporan SPT Masa, SPT Tahunan dan e-Faktur dalam Coretax serta Sanksi Pajak

Oleh Siti
15 July 2025 09:00:00 WIB - 11 menit baca

Summary atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak terbaru atas PER DJP Nomor PER-11/PJ/2025 Tentang Ketentuan Pelaporan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Meterai Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

DJP membuat ketentuan terbaru tentang pelaporan bagi Wajib Pajak, berdasarkan Peraturan DJP Nomor PER-11/PJ/2025 (PER-11/PJ/2025) yang berlaku sejak 22 Mei 2025 yang akan merubah aturan:

  1. Surat Pemberitahuan (SPT) Masa,
  2. SPT Tahunan   
  3. SPT  Bea Meterai serta
  4. E-faktur
  5. Penerapan sanksi administrasi pajak

dalam sistem inti administrasi pajak (Coretax)

PER-11/PJ/2025 merupakan bagian dari aturan  PMK No. 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan dan juga mengubah aturan terkait

  • PPh Bidang Hulu dan Migas
  • Pemotongan dan Pengenaan PPh Pasal 21
  • Perlakuan Perpajakan pada Kontrak Bagi Hasil
  • Penerapan PPN dan PPn BM
  • Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
  • Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh
  • Pelaksanaan Bea Meterai

Perubahan Pelaporan SPT Masa berdasarkan  PER-11/PJ/2025

Peraturan ini mengubah ketentuan pembuatan bukti potong dan pelaporan SPT Masa, dengan implementasi berbasis teknologi informasi melalui sistem Coretax terdiri dari :

  1. SPT Masa PPh Pasal 21/26
  1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 terdiri dari :
  • Formulir BPA1, untuk Pegawai Tetap atau Pensiunan yang menerima uang terkait Pensiunan Berkala.
  • Formulir BPA 2, untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) atau Pejabat Negara atau Pensiunannya.
  • Formulir BP21, untuk PPh Pasal 21 bersifat tidak final dan final.
  • Formulir BP26, untuk PPh Pasal 26 atau Withholding Slip Article 26 Income Tax.
  1. Pembuatan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26, penerimaan penghasilan harus memberikan informasi identitas bagi Wajib Pajak Dalam Negeri berupa NPWP atau NIK, sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri berupa tax identification number atau identitas perpajakan lainnya.
  2. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 yang telah diterbitkan dapat dilakukan Pembetulan, karena terdapat kekeliruan dalam pengisian Bukti Pemotongan atau dilakukan pembatalan, karena Bukti Pemotongan tidak seharusnya dibuat termasuk terdapat pembatalan atas transaksi yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21/26, dengan syarat:
  • DJP belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka SPT Masa PPh Pasal 21/26.
  • Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26 belum diajukan keberatan, diajukan keberatan tetapi tidak dipertimbangkan, atau diajukan keberatan tetapi dicabut oleh Wajib Pajak dan DJP telah menyetujui permohonan pencabutan tersebut.
  1. SPT Masa PPh Pasal 21/26 terdiri atas Induk dan Lampiran SPT Masa PPh Pasal 21/26, yang terdiri atas :
  • Formulir L-IA, Daftar Pemotongan Bulanan bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiunan Berkala, PNS, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pensiunannya.
  • Formulir L-IB, Daftar Pemotongan, bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiunan Berkala, PNS, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pensiunannya untuk Masa Pajak terakhir.
  • Formulir L-II, Daftar Pemotongan Satu Tahun Pajak, bagi Pegawai Tetap dan Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiunan Berkala, PNS, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pensiunannya.
  • Formulir L-III, Daftar Pemotongan PPh Pasal 21/26 selain Pegawai Tetap atau Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun Berkala.

 

  1. SPT Masa PPh Unifikasi
  1. SPT Masa PPh Unifikasi terdiri atas induk dan 3 (tiga) Lampiran, yaitu :
  • Formulir Daftar-I, Daftar Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi Berformat Standar, yang merupakan hasil perekaman data oleh pemotong/pemungut melalui modul e-bupot dan terisi otomatis.
  • Formulir Daftar-II, Daftar PPh yang Disetor Sendiri dan/atau secara Digunggung sesuai dengan hasil perekaman data oleh pemotong/pemungut melalui e-bupot dan terisi secara otomatis.
  • Formulir Lampiran-I, Daftar Dokumen yang dipersamakan dengan Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi Berformat Standar sesuai dengan hasil unggahan dokumen oleh pemotong/pemungut melalui e-bupot dan terisi secara otomatis.
  1. Sebagai perbandingan, sebelumnya dalam PER-24/PJ/2021, SPT Masa PPh Unifikasi terdiri dari induk dan 3 lampiran, yaitu Formulir DOSS (Daftar Objek Setor Sendri), Formulir DOPP (Daftar Objek Pemotongan Pemungutan), dan Formulir DBP (Daftar Bukti Pemotongan/Pemungutan)
  2. SPT Masa PPh Unifikasi dibuat sesuai contoh format dan diisi sesuai petunjuk pengisian yang tercantum dalam Lampiran huruf B PER-11/PJ/2025.
  3. Jumlah DPP dan PPh yang tercantum dalam Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26, PPh Unifikasi, SPT Masa PPh diisi dengan pembulatan ke dalam rupiah penuh.
  4. Pembulatan ke dalam rupiah penuh dilakukan dengan ketentuan, yaitu kurang dari 0,50 (nol koma lima nol), maka bilangan tersebut dibulatkan ke bawah; atau sama dengan atau lebih dari 0,50 (nol koma lima nol), maka bilangan tersebut dibulatkan ke atas.

 

  1. SPT Masa PPN
  1. SPT PPN bagi PKP digunakan oleh PKP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan Jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan :
  • Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dan
  • Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan/atau melalui Pihak Lain dalam satu Masa Pajak.
  1. SPT Masa PPN bagi PKP terdiri atas :
  • Formulir A1, Daftar Ekspor BKP Berwujud dan Tidak Berwujud dan/atau Ekspor JKP.
  • Formulir A2, Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak.
  • Formulir B1 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean.
  • Formulir B2, Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri.
  • Formulir B3, Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas, dan
  • Formulir C, Daftar PPN atau PPN dan PPnBM yang Dipungut oleh Pihak Lain.
  1. SPT Masa PPN bagi PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan terdiri atas induk dan lampiran SPT Masa PPN yaitu:
  • Formulir A1, Daftar Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Ekspor Jasa Kena Pajak.
  • Formulir A2, Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur Pajak.
  • Formulir B3, Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas.
  • Formulir C, Daftar PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut oleh pihak lain.
  1. SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN dan Pihak Lain yang Bukan Merupakan PKP terdiri atas induk dan lampiran SPT Masa PPN yaitu :
  • Formulir L1, Daftar PPN atau PPN dan PPnBM yang Dipungut oleh Pemungut PPN yang Bukan Merupakan PKP.
  • Formulir L2, Daftar PPN atau PPN dan PPnBM yang Dipungut oleh Pihak Lain.

Perubahan Pelaporan SPT Tahunan berdasarkan  PER-11/PJ/2025

  1. SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi :

SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi terdiri atas induk dan lampiran SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu :

  • Lampiran 1, untuk Harta dan Utang pada Akhir Tahun Pajak, Daftar Anggota Keluarga yang Menjadi Tanggungan, Penghasilan Neto Dalam Negeri dari Pekerjaan, dan Daftar Bukti Pemotongan atau Pemungutan Pajak Penghasilan.
  • Lampiran 2, untuk Penghasilan yang Dikenakan PPh Final, Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak, dan Penghasilan Neto Luar Negeri.
  • Lampiran 3 yang terdiri atas :
  1. Lampiran 3A-1, untuk Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Dagang);
  2. Lampiran 3A-2, untuk Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Jasa);
  3. Lampiran 3A-3, untuk Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Industri);
  4. Lampiran 3A-4, untuk Penghasilan Neto Dalam Negeri dari Usaha dan/atau Pekerjaan Bebas Berdasarkan Pencatatan dan Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya;
  5. Lampiran 3B, untuk Rekapitulasi Peredaran Bruto;
  6. Lampiran 3C, untuk Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal; dan
  7. Lampiran 3D - Rincian Biaya Tertentu.
  • Lampiran 4, untuk Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak Berikutnya dan Penghitungan PPh Terutang Wajib Pajak dan Suami atau Istri.
  • Lampiran 5, untuk Penghitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, Pengurang Penghasilan Neto, dan Pengurang Pajak Penghasilan Terutang.

Tambahan Lampiran dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi :

  1. Rekonsiliasi Laporan Keuangan yang terpisah untuk dagang, jasa, industry,
  2. Rekapitulasi Penghasilan berdasarkan pencatatan untuk usaha dan pekerjaan bebas
  3. Rekapitulasi Peredaran Bruto
  4. Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal
  5. Rincian Biaya Tertentu

 

  1. SPT Tahunan Wajib Pajak Badan :
  1. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan terdiri atas induk dan lampiran SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dalam mata uang rupiah terdiri atas induk dan lampiran yaitu :
  • Lampiran 1 yang terdiri atas :
    1. Lampiran 1A - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Umum);
    2. Lampiran 1B - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Manufaktur);
    3. Lampiran 1C - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Dagang);
    4. Lampiran 1D - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Jasa);
    5. Lampiran 1E - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Bank Konvensional);
    6. Lampiran 1F - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Dana Pensiun);
    7. Lampiran 1G - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Asuransi);
    8. Lampiran 1H - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Properti);
    9. Lampiran 1I - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Bank Syariah);
    10. Lampiran 1J - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Infrastruktur);
    11. Lampiran 1K - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Sekuritas); dan
    12. Lampiran 1L - Rekonsiliasi Laporan Keuangan (Pembiayaan);
  • Lampiran 2 - Daftar Kepemilikan;
  • Lampiran 3 - Daftar Pajak Penghasilan yang Dipotong/Dipungut oleh Pihak Lain;
  • Lampiran 4 - Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan Penghasilan yang Tidak Termasuk Objek Pajak;
  • Lampiran 5 - Rekapitulasi Peredaran Bruto;
  • Lampiran 6 - Angsuran PPh Tahun Pajak Berjalan;
  • Lampiran 7 - Penghitungan Kompensasi Kerugian Fiskal;
  • Lampiran 8 - Penghitungan Fasilitas Pengurangan Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri Berdasarkan Pasal 31E Ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  • Lampiran 9 - Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal;
  • Lampiran 10A - Daftar Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa;
  • Lampiran 10B - Pernyataan Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa;
  • Lampiran 10C - Pernyataan Transaksi dengan Pihak yang Merupakan Penduduk Negara Tax Haven Country.
  • Lampiran 10D - Ikhtisar Dokumen Induk dan Dokumen Lokal;
  • Lampiran 11A - Rincian Biaya Tertentu;
  • Lampiran 11B - Penghitungan Biaya Pinjaman yang Dapat Dibebankan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan;
  • Lampiran 11C - Laporan Utang Swasta Luar Negeri;
  • Lampiran 12A - Penghitungan PPh Pasal 26 Ayat (4);
  • Lampiran 12B - Pemberitahuan Penanaman Kembali Penghasilan Kena Pajak Sesudah Dikurangi Pajak bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap;
  • Lampiran 13A - Daftar Fasilitas Penanaman Modal;
  • Lampiran 13B - Daftar Tambahan Pengurangan Penghasilan Bruto;
  • Lampiran 13C - Daftar Fasilitas Pengurangan PPh Badan; dan
  • Lampiran 14 - Penggunaan Sisa Lebih untuk Pembangunan dan Pengadaan Sarana dan Prasarana.
  1. Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama minyak dan gas bumi dengan kontrak cost recovery didasarkan pada final financial quarterly report kuartal IV, final financial quarterly report tahun buku terakhir, atau financial quarterly report final settlement right and obligation.

Tambahan Lampiran dalam SPT Tahunan PPh Badan :

  • Rekonsiliasi Laporan Keuangan Umum, dagang, manufaktur, jasa, hingga pembiayaan
  • Daftar Kepemilikan
  • Rekapitulasi Peredaran Bruto
  • Rincian Biaya Tertentu
  • Penghitungan Biaya Pinjaman yang Dapat Dibebankan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan;
  • Laporan Utang Swasta Luar Negeri;
  • Penggunaan Sisa Lebih untuk Pembangunan dan Pengadaan Sarana dan Prasarana

Perubahan Pelaporan SPT Bea Meterai berdasarkan  PER-11/PJ/2025

  1. SPT Masa Bea Meterai berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan:
  • Pemungutan Bea Meterai yang terutang atas Dokumen tertentu dari pihak yang terutang,
  • Penyetoran Bea Meterai ke kas negara; dan
  • Penerbitan Dokumen yang mendapat fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai.
  1. SPT Masa Bea Meterai terdiri atas induk dan lampiran yaitu :
  • Formulir L1, Daftar Pemungutan Menggunakan Meterai Percetakan.
  • Formulir L2, Daftar Pemungutan Menggunakan Meterai Elektronik.
  • Formulir L3, Daftar Dokumen yang Tidak Dapat Dibubuhi Meterai Elektronik, digunakan untuk melaporkan pemungutan Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Teraan Digital dan tanda pemungutan.
  • Formulir L4, Daftar Dokumen yang Mendapat Fasilitas Pembebasan dari Pengenaan Bea Meterai.
  1. Pengisian SPT Masa Bea Meterai DJP menyediakan daftar pemungutan menggunakan Meterai Elektronik dan data pembubuhan Meterai Teraan Digital.

Perubahan aturan e-Faktur  berdasarkan PER-11/PJ/2025

  1. Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP wajib berbentuk Dokumen Elektronik.
  2. PKP dapat membuat e-Faktur sepanjang memiliki:
  • Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasi; dan
  • akses pembuatan Faktur Pajak.
  1. Nomor Seri Faktur Pajak diberikan secara otomatis pada saat e-Faktur diunggah (di-upload) ke DJP menggunakan modul e-Faktur dan memperoleh persetujuan dari DJP.
  2. e-Faktur wajib diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak menggunakan modul e-Faktur dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak, paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-Faktur.
  3. Dalam e-Faktur untuk transaksi yang tidak dipungut PPN atau PPnBM, PKP wajib mencantumkan keterangan bahwa PPN dan/atau PPnBM tidak dipungut, dibebaskan, atau ditanggung pemerintah, serta dasar hukum yang mendasari ketentuan tersebut.
  4. Faktur Pajak yang BKP-nya dilakukan pengembalian (retur) dengan membuat nota retur atau JKP-nya dilakukan pembatalan dengan membuat nota pembatalan, dilakukan pembetulan atau penggantian dengan membuat Faktur Pajak pengganti menggunakan modul e-Faktur.
  5. PER-11/PJ/2025 mulai berlaku efektif pada 22 Mei 2025. PER-03/PJ/2022 s.t.d.d PER-11/PJ/2022 tetap berlaku terbatas untuk pembuatan faktur pajak sebagaimana diatur dalam PER-13/PJ/2024.
  6. Untuk e-Faktur yang dibuat pada masa pajak Januari, Februari, dan Maret 2025 yang diunduh dalam bentuk PDF atau dicetak dalam bentuk kertas namun tidak mencantumkan keterangan secara lengkap, e-Faktur tersebut tetap dianggap lengkap sepanjang keterangan dimaksud ada di sistem administrasi DJP.

Perubahan aturan Penerapan Sanksi Administrasi Pajak berdasarkan  PER-11/PJ/2025

  1. Sanksi Karena e-Faktur Tidak Lengkap

Jika terdapat e-Faktur cetakan yang tidak lengkap, wajib pajak berisiko dikenai denda sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang tercantum dalam surat tagihan pajak. Namun, terdapat relaksasi terbatas pada masa pajak Januari hingga Maret 2025, di mana e-Faktur dianggap lengkap jika informasinya tersedia dalam sistem administrasi DJP dan sesuai dengan peraturan perpajakan.

  1. Sanksi Bunga

Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak jatuh tempo pembayaran atas jumlah kekurangan pajak yang terutang

Pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT) berdasarkan  PER-11/PJ/2025 :

SPT yang disampaikan Wajib Pajak dilakukan pengecekan validasi NPWP yang telah sesuai dan tersedia dalam sistem administrasi DJP, yang dinyatakan valid.

  • Kriteria Wajib Pajak PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban melaporkan SPT, seperti wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya tidak melebihi PTKP dan yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
  • Terhadap SPT yang disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) dan telah diberikan bukti penerimaan surat, dilakukan perekaman isi SPT.
  • SPT Tahuhanan PPh berbentuk dokumen elektronik atau formular kertas (hardcopy).
  • Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya Angsuran PPh Pasal 25 kepada DJP melalui kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dalam hal terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak dengan menunjukan bahwa setelah 3 (tiga) bulan atau lebih berjalannya suatu Tahun Pajak, PPh yang akan terutang untuk Tahun Pajak tersebut kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) dari PPh terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dengan persyaratan sebagai berikut :
  1. Penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau diperoleh dan besarnya Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari Tahun Pajak yang bersangkutan.
  2. Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh 2 (dua) Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak diajukannya permohonan dan SPT Masa PPN 3 (tiga) Masa Pajak terakhir.
  • Permohonan pengurangan berbentuk dokumen elektronik atau formular kertas (hardcopy).

Komentar Pembaca